JAKARTA, (IslamToday ID) – Pembubaran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi salah satu rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII yang digelar di Hotel Novotel Bangka and Convention Centre, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung.
KUII VII menyoroti persoalan penafsiran atas Pancasila yang belakangan dinilai menimbulkan polemik. Mereka menilai BPIP tak diperlukan dan sebaiknya dibubarkan.
“Mengembalikan kewenangan penafsiran Pancasila kepada MPR sebagaimana yang diamanahkan oleh sila keempat Pancasila. Karena itu, keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tidak diperlukan, dan mendesak presiden untuk membubarkan BPIP,” kata anggota Komisi Fatwa MUI, Abdurahman Dahlan, Jumat (28/2/2020).
KUII VII yang berlangsung tanggal 25-28 Februari 2020 menghasilkan bermacam rekomendasi, seperti menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan RUU Ketahanan Keluarga. Kongres kali ini fokus pada persoalan ekonomi serta perjuangan politik umat Islam Indonesia.
“Mendorong legislator agar menolak dengan tegas RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja, RUU Minuman Beralkohol, RUU PKS, RUU Ketahanan Keluarga, revisi UU KUHP, dan semua RUU yang tidak berpihak kepada kemasalahatan umat dan bangsa,” ungkap Dahlan.
Kemudian, sederet rekomendasi tentang ekonomi kerakyatan, penguatan sistem ekonomi syariah, pemajuan pendidikan, evaluasi hukum, pemajuan pendidikan, hingga pemberdayaan UMKM termaktub dalam naskah rekomendasi KUII VII.
Rekomendasi tersebut adalah hasil pembahasan yang melibatkan lebih 800 peserta dari berbagai kalangan ulama, cendekiawan muslim, hingga perwakilan ormas Islam. Rekomendasi diharapkan bisa menjadi solusi bagi masalah umat dan bangsa, serta mendorong kemajuan umat.
Sebagai abstraksi dari sederet rekomendasi kongres, diterbitkan pula deklarasi yang dinamai Deklarasi Bangka Belitung. Deklarasi ini berisi 9 poin imbauan, dorongan, dan seruan terkait persoalan umat dan kebangsaan.
Sebagai langkah nyata dari deklarasi dan rekomendasi, kongres membentuk Badan Pekerja yang akan menindaklanjutinya. Badan tersebut bertugas menyosialisasikan serta membawa rekomendasi tersebut ke tataran realisasi, baik melalui legislasi, pemerintahan maupun gerakan kemasyarakatan.
Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi menjelaskan Badan Pekerja nantinya akan beranggotakan perwakilan ormas-ormas Islam Indonesia. “Ya, tindak lanjutnya akan dibentuk Badan Pekerja. Anggotanya dari perwakilan organisasi-organisasi Islam,” terangnya.
Usulan pembubaran BPIP sebenarnya sudah lama disuarakan oleh sejumlah elemen masyarakat. Ini tak lepas dari kontroversi yang terus dipertontonkan oleh BPIP. Dibentuk Jokowi melalui Perpres No 7 Tahun 2018 pada 28 Februari 2018 atau tepat dua tahun lalu, BPIP bertujuan untuk membumikan kembali Pancasila di ruang publik.
Pemahaman Pancasila khususnya di generasi muda dinilai masih kurang. Sehingga dikhawatirkan banyak pihak ada yang mencoba memasukkan ideologi baru ke Indonesia.
“Dasar pembentukannya ialah berdasarkan pemikiran setelah hampir dua dekade pembinaan ideologi Pancasila atau pengaruh Pancasila di ruang publik itu sudah sangat berkurang, sehingga pemerintah merasa perlu dibentuk suatu badan yang bertugas khusus memberikan pembinaan ideologi Pancasila,” ujar Direktur Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo, Kamis (14/11/2019).
Namun dalam praktiknya, BPIP malah menimbulkan kegaduhan. Kegaduhan pertama yakni soal gaji selangit yang diterima oleh jajaran petinggi BPIP. Untuk Ketua Dewan Pengarah BPIP yang dijabat oleh Megawati Soekarnoputri mendapat gaji Rp 112 juta per bulan. Sedangkan untuk anggota Dewan Pengarah masing-masing mendapat gaji Rp 100 juta per bulan.
Borosnya Pihak Istana
Anggota Dewan Pengarah terdiri dari delapan orang, yakni Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma’ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya.
Kemudian untuk Kepala BPIP yang dijabat Yudi Latif dan kini sudah digantikan oleh Yudian Wahyudi mendapatkan Rp 76,5 juta. Selanjutnya, Wakil Kepala Rp 63,75 juta, Deputi Rp 51 juta, dan Staf Khusus Rp 36,5 juta. Selain gaji bulanan, para pimpinan, pejabat dan pegawai BPIP juga akan menerima fasilitas lainnya berupa biaya perjalanan dinas.
Politisi Gerindra, Fadli Zon menilai tidak sepantasnya sebuah lembaga non-struktural seperti BPIP diberi standar gaji mirip BUMN, yang melebihi standar gaji di lembaga-lembaga tinggi kenegaraan. “Ini menunjukkan betapa borosnya pihak Istana dalam mengelola anggaran,” kata Fadli Zon, Senin (28/5/2018).
Tidak hanya soal gaji, belum lama ini BPIP juga kembali memicu kegaduhan. Ketua BPIP yang baru, Yudian Wahyudi dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa agama adalah musuh Pancasila. Ia kemudian mengusulkan adanya salam Pancasila untuk mengganti salam-salam keagamaan yang lain.
“Musuh Pancasila paling besar itu apa sih? Jujur, musuh terbesar Pancasila itu adalah agama,” kata Yudian, Rabu (12/2/2020).
Sebelum menjadi Kepala BPIP, Yudian yang merupakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga sempat mengeluarkan kebijakan kontroversial. Yakni melarang penggunaan cadar bagi mahasiswi di UIN Sunan Kalijaga. Ia mengeluarkan surat keputusan B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 perihal pembinaan mahasiswi bercadar tertanggal 20 Februari 2018.
Menurut Yudian, hadirnya UIN sebagai kampus yang Islam moderat, berkeadilan, atau Islam Nusantara menitikberatkan kepada cinta Tanah Air. Menurutnya, kehadiran mahasiswi bercadar yang mempresentasikan HTI adalah bentuk penghianatan.
“Apa yang mereka lakukan hari ini bisa dikatakan tersesat sebagai ideologi politik. Jika betul meminta khilafah ini kudeta, pemberontakan,” terangnya. (wip)
Sumber: Kumparan.com, Mediaindonesia.com, Idntimes.com, Sindonews.com