(IslamToday ID) — Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) merupakan proyek pertama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Terdapat sejumlah kesalahan dan dampak fatal akibat pengerjaan proyek kereta cepat ini.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengklaim proyek ini termasuk yang pertama kali di Asia Tenggara. Pengerjaan proyek KCJB yang sepenuhnya mengandalkan utang dari China sebesar US$ 5,5 miliar atau Rp 77 triliun. Namun, proyek bernilai triliunan rupiah ini dihentikan sementara sejak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sejak Maret, kemarin.
Alasan penghentian proyek cukup kuat, banyak kesalahan fatal terjadi. Selain menewaskan seorang pekerja asing, proyek ini juga menimbulkan kerugian material yang besar. KCJB dimulai dengan tewasnya pekerja asing asal China, Oktober 2019 lalu. Penyebabnya, ialah pengeboran yang tidak berhati-hati dalam pengerjaan proyek. Akibatnya, pipa pertamina meledak dan menewaskan pekerja asing tersebut.
Peristiwa ledakan ini menimbulkan sejumlah kerugian material. Satu unit mobil, sawah seluas 1.400 m2, 12 kubik pasir dan 3 buah tangki air ukuran 5000 liter terbakar. Ironisnya, meskipun menimbulkan korban jiwa, KCIC tetap memerintahkan proyek ini untuk dilanjutkan.
Proyek yang menelan korban jiwa dan kerugian material ini dikerjakan oleh 13 pekerja. Sepuluh orang diantaranya adalah warga negara Indonesia (WNI), dan tiga lainnya adalah warga negara asing (WNA). Kendala bahasa dinilai menjadi akar terjadinya tragedi tersebut.
“Ya itu namanya ada mis-informasi kendala bahasa,” ungkap Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana (29/11/19).
Konsorsium Indonesia-China
Pembangunan KCJB ini melibatkan Kemenhub dan KCIC. Perjanjian di antara keduanya diteken di Jakarta pada 16/3/19. KCIC terdiri dari konsorsium Indonesia dan konsorsium China. Konsorsium dari Indonesia ialah PT Pilar Sinergi BUMN antara lain Wijaya Karya (Persero) Tbk sebagai leader, dan tiga anggota lain yakni PT Jasamarga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), serta PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sementara konsorsium dari China ialah Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Yang terdiri dari China Railway International Co Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
Proyek tanpa anggaran APBN dan hanya mengandalkan modal dari China ini dijamin oleh Presiden Jokowi melalui Perpres No.107/2015. Perpres itu berisi jaminan pemerintah dalam hal jaminan kebijakan yang mendukung jalannya proyek KCJB. Konsesi dilaksanakan selama 50 tahun ke depan dan dimulai sejak 31 Mei 2019 tanpa perpanjang kecuali terdapat bencana alam.
“Saya tidak mau kereta cepat ini menggunakan APBN,” pungkas Presiden Jokowi (21/1/2016)
Pembangunan KCJB yang ditandatangani oleh Menhub Ignasius Jonan ini dijadwalkan akan selesai dalam waktu tiga tahun setelah proyek di teken yakni tahun 2019. Namun, hingga tahun 2020 proyek ini belum selesai dan molor hingga tahun depan.
Pada akhir masa konsesi disepakati bahwa semua prasarana KCJB termasuk tanah menjadi milik pemerintah, dalam kondisi layak operasi dan bebas dari jaminan pihak ketiga.
Tanpa Amdal
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat berpendapat sudah sewajarnya proyek tersebut bukan hanya dihentikan sementara tetapi dihentikan secara permanen. Proyek tersebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif.
“Sudah banyak masalah sejak proyek dimulai. Baiknya diberhentikan semua untuk dikaji ulang, karena dampaknya tidak hanya terjadi di Bekasi, tapi daerah lain juga,” pungkas Direktur Walhi Jabar, Meiki Meiki W. Paedong (2/3/2020).
Meiki mengungkapan, proyek yang sudah berjalan sejak 2016 tersebut ternyata belum memiliki izin analisis dampak lingkungan (Amdal). Selain itu, proyek ini tidak tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten serta kota yang dilalui proyek.
Pengerjaan proyek juga dilakukan tergesa-gesa dan dipaksakan turut menyebabkan kerusakan lingkungan di sepanjang jalur rel kereta api.
Bahkan, proyek nasional ini juga menjadi salah satu penyebab banjir yang melanda kota Bekasi belum lama ini. Selain menimbulkan banjir di Bekasi, proyek ini juga menimbulkan banjir di jalan tol Jakarta-Cikampek. Ada tiga titik yang terendam air yakni km 8, km 19 dan km 34.
Ternyata, proyek sepanjang 142,3 kilometer dan melintasi 2 provinsi serta 9 kota/kabupaten hanya mengantongi ijin pembangunan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Pemprov Jawa Barat pun menyayangkan proyek berskala nasional ini masih belum memiliki izin Amdal.
“Kami merasa prihatin ternyata KCIC ini tidak ada Amdalnya,” jelas Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum (27/2/2020).
Selain Cimahi, Bekasi, warga Kabupaten Bandung Barat mengalami penggusuran paksa. Selain itu, rumah rumah penduduk rusak akibat proses pengeboman di Gunung Bohong.
Sebelum dihentikan oleh pemerintah proyek ini sudah ada pihak yang meminta proyek ini untuk dihentikan.
Ketua Institut Transportasi (Instran), Darmaningtyas, menyatakan tidak tanggung-tanggung menolak pembangunan KCJB. Darmaningtyas menganggap proyek ini tidak layak (feasible).
“Kalau misalnya kereta cepat itu Jakarta-Semarang atau Jakarta-Surabaya mungkin itu akan menarik demand,” tutur Darmaningtyas (17/2/2019).
Dengan sejumlah dampak lingkungan, bencana, hingga menelan korban jiwa, haruskah proyek kereta cepat ini dilanjutkan ?.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza