JAKARTA, (IslamToday ID) – Jumlah korban meninggal akibat virus corona terus bertambah. Per Senin (23/3/2020) jumlah korban yang meninggal menjadi 49 orang. Dari jumlah itu enam di antaranya adalah dokter yang berada di garda terdepan dalam penanganan corona.
Informasi meninggalnya enam dokter itu diumumkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Lima orang dokter di antaranya diduga meninggal akibat terjangkit virus corona. Adapun seorang dokter lainnya meninggal akibat serangan jantung.
“Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia berduka cita amat dalam atas wafatnya sejawat-sejawat anggota IDI sebagai korban pandemi Covid-19,” demikian dilansir dari akun resmi Instagram PB IDI @ikatandokterindonesia, Senin (23/3/2020).
Lima dokter yang diduga meninggal akibat terjangkit Covid-19, yakni dr Hadio Ali SpS, dr Djoko Judodjoko SpB, dr Laurentius P SpKj, dr Adi Mirsa Putra Sp THT, dan dr Ucok Martin SpP.
Adapun dr Toni D Silitonga bukan meninggal akibat terpapar Covid-19. Dokter yang menjabat sebagai Kasie Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Bandung Barat itu meninggal akibat kelelahan serta serangan jantung setelah mempersiapkan fasilitas kesehatan agar sigap dari ancaman virus corona dan edukasi masyarakat agar terhindar dari Covid-19.
“Semoga apa-apa yang menjadi perjuangan para sejawat kita diterima oleh Allah SWT dengan limpahan pahala yang mulia. Amin,” imbuh keterangan itu.
Para dokter mengaku kekurangan alat pelindung diri (APD) ketika menangani pasien yang terkena virus corona di rumah sakit. Mereka tidak memiliki APD yang lengkap seperti pelindung mata, masker N95, sarung tangan, dan sebagainya.
“Setiap hari kami menerima dan menangani pasien positif Covid-19, tapi kami tidak memiliki APD yang lengkap untuk perlindungan diri kami. Bahkan, persediaan masker N95 menipis dan perlengkapan lainnya. Kami mau memakai apa?” kata Erlina Burhan, dokter ahli paru-paru sekaligus Tim Covid-19 di Rumah Sakit (RS) Persahabatan, Jakarta Timur, Minggu (22/3/2020).
“Tolong pemerintah segera memberikan APD pada kami. Kami tidak butuh uang, tapi kami butuh barang, yaitu perlengkapan APD,” imbuhnya.
Masyarakat Tak Peduli
Erlina melanjutkan, saat ini pemerintah harus menguasai masyarakat. Ia melihat masih ada masyarakat yang tidak peduli dengan Covid-19 ini. Sehingga penyebarannya semakin bertambah dan tidak menurun.
Masyarakat yang terkena akan membuat para dokter kelelahan, karena jumlah pasien dan dokter tidak seimbang. Terlebih APD juga tidak disediakan secara lengkap.
Para dokter, kata Erlina, juga manusia yang memiliki imunitas yang berbeda-beda. Jika imunitasnya rendah dan tidak memakai APD, para dokter juga akan terkena corona.
“Semua dokter saat ini sedang berjuang untuk menangani pasien Covid-19. Mereka tidak pulang karena takut menularkan ke anggota keluarganya. Tolong kami memiliki imunitas yang berbeda, ditambah lagi tidak memakai APD. Kami bisa tumbang,” ujarnya.
Erlina pun sedih ada dokter yang akhirnya terkena virus dan meninggal. Menurutnya, hal tersebut sebagai pembelajaran. “Kami harus bekerja sama baik pemerintah dan masyarakat. Kami saja yang di pusat begini. Bagaimana yang di daerah?” katanya.
Ketua Tim Airborne Disease Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito Yogyakarta, Ika Trisnawati mengaku juga mulai waswas dengan persediaan APD di rumah sakitnya yang mulai menipis. Padahal, saat ini RS tersebut sedang merawat beberapa pasien positif corona.
RS rujukan ini telah merawat tiga pasien positif corona. Mereka adalah satu balita yang dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Balita itu sebelumnya diisolasi bersama ayah dan ibunya. Satu pasien positif merupakan guru besar UGM Yogyakarta. Belakangan bertambah seorang asal Kecamatan Berbah, Sleman.
“Untuk menangani satu pasien, petugas medis membutuhkan 10 hingga 15 APD, tergantung kondisi pasien,” kata Ika, Jumat (20/3/2020).
Ika ketat memberlakukan penggunaan APD. Petugas medis, di antaranya dokter dan perawat tidak boleh keluar masuk ruang isolasi sembarangan. Mereka harus patuh pada jadwal dengan sistem bergantian. “Kunjungan dokter dan perawat dibuat efektif agar tak boros APD,” katanya.
Hak Kesehatan
Amnesty International Indonesia meminta pemerintah untuk memastikan para pekerja kesehatan mendapatkan peralatan dan perlengkapan kesehatan yang memadai dalam menanggulangi virus corona. Pekerja kesehatan juga memiliki hak atas kesehatan, sama seperti pasiennya.
“Fakta bahwa banyak dari mereka terinfeksi menunjukkan kurang optimalnya perlindungan pemerintah kepada mereka. Ini membahayakan pekerja kesehatan, pasien, keluarga dan kerabat, bahkan masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Kamis (19/3/2020).
Untuk itu, katanya, pemerintah harus terbitkan protokol perlindungan yang jelas bagi pekerja kesehatan. Pemerintah harus memastikan dokter, perawat, dan semua pekerja kesehatan mendapatkan pelatihan serta dukungan psikologis hingga peralatan kesehatan yang memadai.
“Termasuk APD yang sesuai dengan panduan yang diterbitkan WHO untuk pencegahan dan pengendalian virus corona. Di lapangan, pelaksanaan protokol ini bermasalah,” kata Usman.
Menurutnya, sama seperti pasien, pekerja kesehatan memiliki hak atas kesehatan. Hak tersebut dijamin Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Hak itu pun telah dijamin dalam UU Hak Asasi Manusia dan UU Kesehatan.
“Negara wajib memastikan ada mekanisme yang menjamin dukungan bagi keluarga pekerja kesehatan yang terinfeksi sebagai konsekuensi dari paparan Covid-19,” jelas Usman.
Ia mengatakan para tenaga medis bekerja dengan jam-jam yang panjang dan menghadapi tekanan psikologis serta kelelahan. Sebab itu, pemerintah tidak boleh abai dalam pemenuhan hak atas kesehatan, karena hal tersebut menyangkut keselamatan orang banyak. (wip)
Sumber: Kompas.com, Tempo.co, CNNIndonesia.com, Republika.co.id