IslamToday ID — Maladministrasi yang dilakukan staf khusus presiden, Andi Taufan Garuda dinilai tidak selesai dengan permintaan maaf. Presiden diminta untuk memecat Taufan karena diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang.
“Presiden harus segera memecat staf khusus yang berpotensi memiliki konflik kepentingan,” kata Peneliti ICW Egi Primayogha, Selasa (14/4/2020).
Menurut Egi, tindakan stafsus presiden mengirimkan surat berkop Sekretariat Kabinet dengan tujuan meminta para camat mendukung ‘proyek’ perusahaan tidak dibenarkan, Terlebih, ‘proyek’ relawan desa lawan covid-19 dilakukan oleh perusahaan pribadi seorang stafsus Presiden.
Egi menambahkan, seharusnya Andi Taufan harus berpegang pada etika sebagai pejabat publik. Salah satunya dengan menghindari konflik kepentingan dalam suatu kebijakan. Konflik kepentingan tidak hanya diartikan sebagai upaya mendapat keuntungan material semata. Segala segala hal yang mengarah pada kepentingan diri, keluarga, perusahaan pribadi, hingga partai politik juga merupakan konflik kepentingan.
Oleh sebab itu, pejabat publik harus dapat membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan publik. Sebab konflik kepentingan, merupakan celah terjadinya korupsi.
Pelanggaran Luar Biasa
Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun menilai kesalahan yang dilakukan Andi Taufan harus diganjar dengan sanksi pemecatan. Menurutnya kesalahan Andi Taufan tidak bisa maklumi. Sebab kesalahan yang dilakukan jelas menunjukan adanya konlik kepentingan dan termasuk dalam pelanggaran luar biasa.
“Itu pelanggaran etika luar biasa. Menurut saya sanksi berat harus dikenakan. Diberhentikan saja orang seperti itu,” ujarnya.
Menurut Refly, jika sekedar perbedaan pendapat di tubuh pemerintah hal itu masih bisa dimaklumi. Misalnya, seseorang menjadi bagian dalam pemerintahan, namun tidak mendukung pemerintah atau pemikirannya berseberangan dalam suatu kebijakan. Sebab, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah.
Sebaliknya, Refly menilai tindakan yang dilakukan Andy Taufan merupakan kesalahan yang fatal.
Dalam surat berkop seketaraiat kabinet yang ditanda tangani Andi Taufan jelas menunjukan adanya penyalahgunaan jabatan dan melanggar kewenangan. Ia meminta para camat agar menggerakkan perangkat desa untuk mendukung ‘proyek’ yang ia terima dari Kementerian Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam program relawan lawan covid 19 dengan area, Jawa, Sulawesi dan Sumatera.
“Ini sudah kategori menyalahgunakan jabatan. Menyalahgunakan kewenangan, bahkan dia bisa mengarah ke tindak pidana juga karena menggunakan kop surat negara untuk kepentingan bisnis perusahannya,” jelas Refly
Munculnya generasi ‘milenial dalam politik dan pemerintahan seharusnya menjadi harapan baru, dibandingkan generasi tua yang dianggap telah ‘berkarat’ dan berlumur rekam jejak kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Namun rupanya dugaan publik, bahwa stafsus milenial belum berpengalaman, sekedar etalase dan hasil bagi-bagi kue agaknya terbukti. Tidak hanya melakukan mal administrasi, penyalah gunaan jabawan dilakukan untuk kemanfaatan perusahaan sendiri.
Padahal menurut Refly Harun, jabatan stafsus presiden adalah jabatan ‘kepercayasan. Kesalahan yang dilakukan oleh stafsus presiden sebenarnya dapat mencoreng citra presiden dalam pemerintahan. Oleh karena itu, Presisen Jokowi seharusnya segera memberhentikan Andi Taufan.
Belum Ada Sanksi
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian, mengakui hingga saat ini belum ada sanksi yang akan diberikan kepada Andi. Namun menurutnya, Surat terbuka pernyataan maaf, kata Donny dinilai sudah cukup.
“Sudah ada teguran keras dan dia minta maaf secara terbuka, saya kira sudah pada tempatnya,” ujar Donny kepada para wartawan.
Menyoal desakan mundur dari posisi stafsus menurutnya tergantung pilihan Andi Taufan. Namun, kebijakan pemberhentian ini tergantung pada keputusan Presiden selaku pemegang hak prerogratif untuk mencopot stafsus-nya
“Ya kalau mundur itu kan tergantung kemauan yang bersangkutan. Kalau permintaan mundur, kalau yang bersangkutan merasa perlu mundur ya mundur tapi yang bisa memberhentikan ya hanya Presiden yang punya hak prerogratif,” tandasnya.
Penulis: Arief Setiyanto
Editor: Tori Nuariza