“…kita harus mampu membuat vaksin mandiri dengan strain kita sendiri, dengan keamanan yang bisa kita percaya, tidak ditumpangi kepentingan politik bangsa lain,”
-Siti Fadilah Supari-.
IslamToday ID —Siti Fadilah Supari, mantan menteri kesehatan di era SBY ini adalah sosok yang memiliki pengalaman dalam ‘perang’ virus. Tidak hanya itu, dengan ilmu dan integritasnya ia berani melawan kekuatan dunia dan mengungkap bisnis vaksin berkedok riset.
Sayangnya, hingga saat ini ia masih menjalani hari-harinya di Lapas Pondok Bambu Jakarta Timur. Ia dipidana, dituduh terlibat dalam korupsi alat kesehatan. Semjumlah beranggapan Siti Fadhilah sengaja ‘dikandangkan’, karena mengungkap bisnis vaksin dan menggemparkan dunia.
Kini, di tengah wabah pandemi corona virus (covid-19), publik sepertinya merindukan sosok Mantan Menteri Kesehatan tahun 2004 hingga 2009 itu. Bahkan muncul gerakan petisi online untuk meminta Presiden Jokowi membebaskannya. Publik seolah percaya, bahwa Siti Fadhilah Supari merupakan sosok mumpuni untuk mengakhiri atau setidaknya menjinakkan ganasnya serangan covid-19 di Indoensia.
Dalam waktu singkat, petisi agar pemerintah membabaskan siti Fadilah Supari ditandatangani 50 ribu orang. Namun, Sabtu pagi 18 April lalu, mendadak dukungan itu raib dan hanya menyisikan 8000 orang saja. Rupanya, ada pihak yang terusik dengan petisi itu. Bisa pula merasa terancm jika Siti Fadhilah Supari dibebaskan.
Desakan agar pemerintah memanggil kembali mantan menteri kesehatan Ibu Siti Fadilah Supari datang dari Global Future Institute (GFI). Menurut GFI Siti Fadilah dinilai sebagai bangsa, untuk berkontribusi memerangi virus Corona. Sebab, ia sosok yang sudah terbukti melalui reputasi maupun rekam jejaknya semasa menjabat sebagai menteri kesehatan dalam memerangi flu burung dan flu babi.
“Ibu Siti Fadilah Supari merupakan sosok yang mumpuni untuk kembali dilibatkan dalam menghadapi situasi yang kritis dan pelik terkait Pandemi Global Covid-19 ini,” Hendrajit, kata Peneliti GFI dalam keterangan tertulis yang dirterima IslamToday, Kamis (2/4/2020)
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga menyuarakan hal yang sama. Ia menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
“Ini waktunya bapak membebaskan ibu siti Fadhilah Supari, seorang jenius Indonesia yang menjadi korban konspirasi jahat,” tulis Fahri
Fshri menuturkan, pada tanggal 6 Januari 2008, Siti Fadilah merilis buku “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung” yang berisi mengenai konspirasi Amerika Serikat dan WHO dalam mengembangkan “senjata biologis” dengan menggunakan virus flu burung.
Bukunya dianggap membongkar konspirasi WHO dan AS. Siti Fadilah membuka kedok”World Health Organization (WHO) yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang ternyata banyak merugikan negara miskin dan berkembang asal virus tersebut.
Peran Pemerintah
Menangapi petisi pembebasan dirinya, Siti Fadilah menyerahkan sepenuhnya penanganan wabah ini kepada Presiden Jokowi. Kendati demikian, ia mengatakan kunci sukses dalam penanganan wabah flu burung saat itu, dengan cara menempatkan orang yang kompeten di bidangnya.
Saat itu, Presiden SBY hanya bertindak jika diperlukan misal dalam rangka penguatan aturan birokrasi yang dibutuhkan. Sebagai menkes ia bertindak sebagai leader dalam penanganan wabah sehingga tidak terjadi tarik-menarik antara pusat dengan daerah.
Lebih lanjut dia juga meminta agar pemerintah memanfaatkan aset-aset yang pernah ada selama penanganan flu burung. Seperti keberadaan 100 ruang ICU (Intensive Care Unit) khusus penanganan flu burung yang dulu dibangunnya di seluruh Indonesia. Untuk laboratorium pemerintah bisa memanfaatkan keberadaan Litbangkes seperti yang ada di RS Sulianti Saroso.
“Para pemimpin lupa, team saya, waktu itu, sebenarnya adalah aset yang berharga karena berpengalaman langsung dengan pandemi dan bisa melihat solusinya,” tutur Menkes Siti (19/4/2020).
Menurutnya, kesuksesan penanganan wabah saat itu tidak lepas dari kompetensi yang dimiliki oleh seorang menkes. Ada beberapa keahlian yang semestinya dimiliki oleh seorang menkes dalam menangani wabah penyakit.
Pertama, menkes harus menguasai substansi ilmiah virus serta memahami politik kesehatan. Kedua, menguasai aturan internasional dalam bidang kesehatan seperti IHR (International Helath Regulation) Tahun 2005.
Ketiga, tidak takut dengan siapapun dalam rangka melindungi negara dan bangsanya. Berikutnya adalah menggalang kekuatan politik antarnegara dengan transparency, equity dan fairness.
“Rumus saya bahwa yang mimpin penanggulangan Covid-19, apa pun namanya, adalah harus orang yang menguasai substansi ilmiah dan substansi politik kesehatan sekaligus,” ucapnya.
Ia menyayangkan karena dalam penanganan Covid-19 ini tidak seperti yang dia harapkan, Siti menegaskan bahwa bencana wabah ini adalah bencana kesehatan, tentu akan berbeda penanganannya jika dibandingkan dengan bencana alam seperti gempa bumi atau tsunami.
Penanganan Wabah
Melihat kapasitas rumah sakit saat ini, menurut Siti tidak akan mampu mengatasi kelonjakan jumlah pasien corona. Physical distancing serta screening yang masif dan serentak dinilai menjadi langkah awal yang dapat mengendalikan sebaran virus. Ia menekankan, Screening harus dilakukan dengan menggunakan swab test. Setidaknya metode ini sudah diterapkan di Singapura, Korea dan Timur Tengah.
“Syarat satu, screening masal harus masif serentak terhadap jumlah yang besar. Kedua, menggunakan alat tes cepat yang setara PCR dan sesuai dengan virus kita. Ketiga, dilaksanakan dengan sistematis dan harus gratis,” terang Menkes Siti.
Siti menambahkan, langkah Presiden Jokowi sudah tepat dengan meniadakan lockdown. Karena lockdown akan berdampak kondisi sosial, politik, dan ekonomi, sementara dampak kesehatannya tidak jauh berbeda dengan PSBB. Namun demikian PSBB pun harus dilakukan dengan berkeadilan sosial dan disesuaikan dengan amanah pembukaan UUD 1945.
Jangan Tergiur Vaksin
Saat ini vaksin corona tengah dikembangkan oleh perusahaan- perusahaan vaksin salah satunya Inovio Pharmaceuticals, sebuah perusahaan bioteknologi di AS. Dalam pengembangan vaksin, perusahaan ini memperoleh sumbangan dana dari Bill and Melinda Gates dan Foundation Coalition for Epidemic Preparedness Innovations. Melihat hal tersebut Menkes Siti berpesan agar pemerintah tidak perlu tergiur untuk membeli vaksin produksi perusahan Bill Gates.
Ia menambahkan untuk saat ini Indonesia tidak memerlukan vaksin tersebut. Mengingat virus masih sering bermutasi dalam bentuk baru selain itu Indonesia belum memiliki data valid jumlah orang yang teriveksi. Dan pemerintah harus mewaspadai adanya upaya depopulasi di balik produksi vaksi.
“Demi ketahanan nasional kita, andaikan kita pada suatu saat memerlukan vaksin (ada syarat tertentu), kita harus mampu membuat vaksin mandiri dengan strain kita sendiri, dengan keamanan yang bisa kita percaya, tidak ditumpangi kepentingan politik bangsa lain,” kata Menkes Siti.
Menkes Siti mencurigasi sejak kapan Bill Gates memiliki bibit penyakit yang menjadi bahan pembuatan vaksin. Karena di tahun 2015 melalui forum TED dia sudah menyampaikan akan adanya pandemi besar di tahun 2020. Dan kini ia terlibat dalam produksi vaksin corona. Selain itu ia mempertanyakan negara asal bibit vaksin corona, ketika banyak ahli virus mengatakan jika virus ini masih terus bermutasi atau berubah.
Kecurigaan Menkes Siti yang lain adalah adanya mikrocip yang ditanam dalam vaksin hasil produksi perusahaan Bill Gates tersebut. Salah satu fungsi mikrocip adalah untuk memantau orang yang memakai vaksin tersebut, dan dalam jangka panjang ini akan membahayakan tubuh seseorang. Oleh karenanya dia berpesan agar pemerintah Indonesia tidak menggunakan vaksin hasil produksi perusahaan farmasi yang memiliki berafiliasi dengan pendiri Microsoft Corporation itu.
“Untuk menghadapi wabah corona di Indonesia, sebaiknya pemerintah tidak menggunakan vaksin yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan farmasi yang berkaitan dengan Bill Gates,” pesannya.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto