IslamToday ID –Pandemi corona virus (covid-19) telah membawa dampak gulir yang mengerikan. Tidak hanya gelombang kematian, pandemi covid-19 di Indoensia turut menyebabkan badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja yang terkena (PHK) dan dirumahkan di tengah pandemi Covid-19 sejauh ini mencapai 2,9 juta. Namun, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyatakan jumlah orang yang menjadi pengangguran 40 juta orang
Wakil Ketua Umum KADIN bidang UMKM, Suryani Motik menilai, jumlah 2 juta lebih yang disebut Kemenakertrans adalah jumlah yang diterima berdasarkan laporan. Jumlah belum termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang juga ikut terdampak.
Jika unsur tersebut dimasukan jumlahnya dapat mencapai 15 juta orang yang kehilangan pekerjaan. Bahkan ia memperkirakan jumlah korban PHK jauh lebih besar. Yakni antara 30 juta hingga 40 juta orang, sebab, banyak warga juga terpaksa tak bisa mudik karena dilarang.
“Belum lagi itu dikatakan yang tidak pulang. Di Jakarta mungkin 20 jutaan. Mungkin sudah hampir 30 jutaan tenaga kerja, 40 juta yang sudah menganggur,” ujarnya seperti dilansir cnnindonesia.com, Jumat (1/5/2020).
Awal Krisis
Menurut Suryani, ledakan PHK yang terjadi merupakan awal krisis yang mengancam Indonesia. Ironisnya, berbeda dengan krisis ‘98, UMKM tidak bisa lagi menjadi penopang dalam menghadapi krisis. Sebab, UMKM turut terdampak covid-19.
Sejak pemerintah menerapkan himbauan work from house (WFH) saha kecil seketika usaha langsung terkapar. Sementara, usaha menengah, hanya bisa bertahan tak lebih dari dua bulan.
Sebelumnya, Sutrisno Iwantono, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan dampaknya pandemi covid-19 sangat terasa bagi dunia usaha. Hasil konferensi APINDO bersama para pelaku usaha daerah dan pelaku sektoral menyimpulkan pengusaha hanya dapat bertahan hingga tiga bulan.
“Kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai pengeluaran, tanpa pemasukan alias tutup,” kata Iwantono, Senin (6/4/2020) lalu.
Ia menambahkan, nilai stimulus Rp 405,1 triliun yang disiapkan pemerintah dalam penanganan covid-19 ternyata hanya 2,8 dari PDB. Negara lain seperti Malaysia memiliki stimulus fiscal 10 persen dari PDB, Singapura 10,9 persen, Amerika Serikat mengeluarkan 10,5, Australia 10,9 persen, dan Jepang 20 persen dari PDB.
“mungkin angka Rp 2000 triliun diperlukan, terutama apabila jangka waktunya berkepanjangan,” katanya Senin (20/4/2020).
Menurutnya, selama vaksin belum ditemukan maka covid-19 tidak hanya mengunci orang di rumah, tapi turut kegiatan ekonomi. Bila stimulus tidak ditingkatkan maka ekonomi masyarakat dan dunia usaha semakin runtuh dan terjadi terancaman mengalami krisis yang parah.
Solusi Tidak Solutif
Pemerintah justru memodifikasi rencana Kartu Pra Kerja. Program yang sebelumnya ditujukan bagi lulusan yang belum terserap ke dunia usaha kemudian member ruang bagi korban PHK.
Alih alih member solusi, Program pelatihan online yang ditawarkan Kartu Pra Kerja justru menuai polemik. Program ini dinilai tidak pas dengan kondisi saat ini. Banyak yang mengatakan, saat ini rakyat butuh makan bukan pelatihan.
Materi yang diberikan dalam program pelatihan ini juga dinilai tidak relevan, bahkan bisa didapatkan dengan mudah dan gratis di Youtube. Mekanisme pemilihan mitra program senilai Rp 5,6 triliun ini juga jadi. Bahkan dinilai sebagai kejahatan terencana untuk menikmati anggran negara.
“Saya duga dari awal Rp 5,6 triliun itu memang perencanaan kejahatan melalui ilmu-ilmu digital. Kan dari awal kelihatan begitu Rp 5,6 triliun disebut semu langsung datang dengan ide, itu perampokan digital bukan pelatihan digital,” ujar Rocky Gerung dalam chanel youtube Refly Harun (2/5/2020).
Penulis: Arief Setiyanto