IslamToday ID — Hari raya Idul Fitri telah tiba, namun para perawat belum juga mendapat Tunjangan Hari Raya. Padahal, mereka turut berada di garda terdepan dalam penyelamatan nyawa dan misi kemanusiaan, termasuk penanganan COVID-19.
“Katanya perawat adalah pahlawan kemanusiaan, tolong direalisasikan (membayar THR) kepada anggota-anggota kami yang ada di seluruh Indonesia ini,” ujar H Maryanto, Sekretaris Badan Bantuan Hukum (BBH) Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Sabtu (23/5) lalu.
Maryanto menuturkan, PPNI telah membuka posko pengaduan sejak 15 Mei 2020 lalu. Banyaknya perawat yang belum menerima tunjangan hari raya (THR) Hingga Sabtu 23 Mei 2020, adan yang masuk telah mencapai 310 aduan. Rencananya posko aduan akan diakhiri H+7 lebaran karena masih menunggu aspirasi perawat dari berbagai daerah.
Dari total aduan yang masuk, sebanyak 60 persen fasilitas kesehatan belum membayar THR untuk perawat. Selain itu, 30 persen fasilitas kesehatan tidak membayar THR secara penuh dan sekitar 2,3 persen terlambat membayarkan THR.
Sebanyak 63 persen fasilitas kesehatan yang belum membayar THR bagi perawat adalah rumah sakit milik pemerintah. Sedangkan rumah sakit swasta yang belum membayarkan THR, jumlahnya tidak sampai 40 persen.
“Bahkan, ternyata 39,7 persen dari jumlah RS tersebut memotong upah perawatnya. Jadi jangankan THR, upah saja dipotong,” ujarnya.
Jika dilihat dari status kepegawaiannya, 63 persen perawat yang tidak mendapat THR, berstatus pekerja tetap. Sedangkan perawat yang berstatus kontrak, jumlahnya tidak mencapai 40 persen.
Dari laporan yang diteriima, pandemi COVID-19 disebut-sebut menjadi alasan rumah sakit belum memberikan THR untuk para perawat. Bahkan, PPNI menerima laporan ada rumah sakit di Tangerang, Banten, juga kabupaten/kota di Jawa Tengah, serta di wilayah Aceh yang bahkan tidak memberikan THR sejak 2016 dan 2017 lalu.
Payung Hukum
Jika merujuk pada UU No. 13/2003 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6/2016, pengusaha berkewajiban membayar kepada pekerja, tujuh hari sebelum hari raya. Oleh karena itu, seharusnya, perusahaan jasa layanan kesehatan tersebut tidak lalai memberikan THR hingga Idul Fitri, Ahad (24/5).
Lanjut Maryanto, jika kondisi keuangan RS terkendala akibat pandemi, menteri ketenagakerjaan telah memberikan kelonggaran bahwa pembayaran THR boleh dicicil atau dibayar separuh.
Kebijakan tersebut harus dibarengi komunikasi antar kedua belah pihak. Para perawat berhak tahu alasan THR meraka tidak dibayar penuh. Misalnya, tentang cashflow yang masuk dan keluar, sehingga ada transparansi, rumah sakit yang bersangkutan memang tidak punya uang.
Jika melalaikan kewajiban tersebut pihak rumah sakit akan dikenakan denda 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan. Denda itu akan kembali digunakan untuk pekerja. Tapi, denda ini tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR.
Peran Perawat Ditengah Pandemi
Dekan Fakultas Keperawatan, Universitas Andalas, Hema Malini, mengatakan dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam kondisi wabah Covid-19 perawat memiliki beberapa peran. Antara lain, sebagai care–giver yang terlibat aktif selama 24 jam dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, perawat juga berperan sebagai tim pendidik yang mengedukasi pasien, keluarga dan masyarakat.
Perawat juga berperan dalam memperkuat pemahaman masyarakat terkait dengan apa dan bagaimana COVID-19, pencegahan dan penularan, serta bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala. Peran ini sangat penting dalam meningkatkan sense of crisis, sehingga masyarakat menjadi waspada dan menerapkan perilaku pencegahan dan hidup sehat, dan tidak panik.
Selain peran diatas, perawat juga berperan dalam advokat dimana perawat akan membantu mengurangi stigma bagi pasien dan keluarga yang terindikasi covid positif. Secara umum, perawat mempunyai peran yang sangat penting baik dari segi promotif, preventif, dan pelayanan asuhan keperawatan dalam kondisi wabah COVID-19.
“Para perawat telah mengorbankan keselamatan dan menghadapi ancaman tertular virus yang bisa berakhir pada kematian,” ujar Hema.
Sebagai bagian dari garda terdepan dalam menangani kasus Covid-19, tidak sedikit yang mengalami kelelahan baik secara fisik dan juga secara mental, bahkan meninggal dunia.
Tingginya beban kerja dalam menangani kasus covid-19, langkanya fasilitas alat pelindung diri (APD) serta kebutuhan nutrisi yang belum tentu adekuat, membuat imunitas tubuh menurun, sehingga resiko tertular virus semakin meningkat.
“Semestinya, pemerintah dan masyarakat memberikan apresiasi tertinggi bagi peran perawat,” imbuhnya.
Misalnya, dengan memberikan penghargaan secara material bagi mereka selama menjalankan tugas, dengan memprioritaskan pemberian asupan nutrisi yang adekuat, pengadaan alat pelindung diri yang sesuai standar, pemberian insentif.
Ketersediaan alat pelindung diri (apd) menjadi tugas pokok bagi pemerintah. Masyarakat juga bisa memberikan dukungan moral berupa penguatan motivasi, memastikan komunikasi dengan keluarga dan keselamatan keluarga mereka terjamin dan juga berhati-hati dalam memberikan pernyataan di tengah masyarakat
Korban Pandemi Covid-19
Dilansir merdekacom 10 april 2020 lalu, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah menyebut sudah ada sepuluh perawat Indonesia yang gugur dalam tugas kemanusiaan menangani wabah Covid-19.
Sementara itu, hingga senin (27/4) data IDI mencatat total ada 25 dokter yang meninggal. Dengan banyaknya tenaga medis yang gugur dalam penanganan COVID-19, IDI akan segera membentuk tim audit angka kematian.
Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih mengatakan saat ini pasien COVID-19 yang terus meningkat juga membuat tenaga medis kewalahan. IDI meminta agar tak ada petugas medis yang dipekerjakan lebih dari delapan jam atau double shift. Menurutnya, jika tenaga medis kewalahan maka akan rentan terkena COVID-19.
“Karena kalau melebihi delapan jam atau diberikan jam jaga double shift, kita khawatir petugas kesehatan tersebut mengalami kelelahan. Dan faktor kelelahan ini yang menyebabkan berpotensi gampang tertular. Selain juga kalau kelelahan kerjanya kurang efektif,” kata Daeng, Senin (27/4/2020) seperti dilansir kumparancom.
Di sisi lain, ketersediaan APD masih menjadi persoalan. IDI menyebut saat ini RS swasta masih kekurangan alat pelindung diri (APD). Bantuan APD, yang mengalir belum sesuai standar kebutuhan tenaga medis.
“Kawan-kawan di rumah sakit swasta, masih mengeluhkan banyak kekurangan APD. Dan masih ada yang melakukan modifikasi-modifikasi, jas hujan kadang-kadang masih dipakai, plastik dipakai. Saya masih dapat laporan begitu, terutama di RS swasta di daerah Jabodetabek juga begitu, di RS swasta terutama,” ungkap Daeng Faqih.
Penulis Arief Setiyanto
Editor: Tori Nuariza