IslamToday ID –Penolakan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) pada 24 Juni 2020 lalu diwarnai pembekaran bendera Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan bendera palu arit. Pembakaran bendera ini memicu ‘kemarahan’ kader-kader PDI Perjuangan.
PDI Perjuangan membawa insiden ini ke ranah hukum. Ribuan kader PDIP Perjuangan juga turun ke jalan mendesak agar kasus pembakaran bendera itu di usut tuntas. Misalnya di Kota Tangerang Selatan, Misalnya di Kota Tangerang Selatan, Purworejo, Bekasi dan Depok, mereka menuntut agar pelaku pembakaran diproses hukum. Mereka menuntut agar pelaku pembakaran diproses hukum,
Fenomena ini rupanya menggelitik pentolan Dewa-19, Achmad Dhani. Ia menyinggung makna demokrasi bagi partai-partai yang mengusung jargon demokrasi. Di Indonesia setidaknya ada dua partai yang terang-terangan mencatut memasang demokrasi sebagai nama partai, yakni PDI Perjuangan dan Partai Demokrat.
Menurut Dhani kasus pembakaran bendera partai PDI Perjuangan dalam demonstrasi menolak RUU HIP tidak perlu dibesar-besarkan. Pentolan Dewa-19 itu menilai, demonstrasi merupakan hal yang wajar dalam negara yang menganut sistem demokrasi.
“Menurut saya hal tersebut jangan dibesar-besarkan tidak perlu panas karena itulah demokrasi ya seperti itu. Jika tidak mau ada bakar-bakaran dalam aksi demo ya jangan menjadi negara demokrasi.
Ia menyayangkan jika partai yang menggunakan jargon demokrasi justru anti terhadap demonstrasi. Seharusnya, partai-partai yang menggunakan jargon-jargon demokrasi, harus memberikan baik dalam menjalankan demokrasi.
Menurutnya, dalam demokrasi yang ideal, partai yang memiliki fungsi sebagai penyalur aspirasi sehingga masyarakat memperoleh jaminan keamanan dan bebas dari intimidasiMaka dari itu, sebuah partai yang mengusung nama demokrasi memiliki beban moril yang berat berat karena ia diharapkan bisa membawa demokrasi ke jalan yang lebih baik.
“Jangan sampai partainya demokrasi tapi kelakuan partainya tidak demokratis,” imbuh Dhani
Dhani turut membandingkan sikap PDIP saat ini dengan sikap partai Demokrat. Saat SBY menjadi presiden, sempat ada unjukrasa dengan teatrikal turut membawa kerbay dengan tulisan Si Bu Ya dan ditempel Foto SBY. Namun demikian, kader-kader partai demokrat tidak marah dan tidak turun ke jalan.
Menurut Dhani partai politik dan politisi berhak marah terhadap demonstrasi jika hidup di negara-negara komunis. Sebab di negara komunis tidak ada demontstrasi. Misalnya di Kuba, China, Laos, Vietnam dan Korea Utara. sementara dinegara yang menganut faham demokrasi, demostrasi menjadi sesuatu yang lumrah selama tidak ada yang terluka karena kerusuhan.
Bukan Lambang Negara
Pada Jum’at (26/6) PDIP telah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian. Menurut Kuasa Hukum PDIP saat itu Ronny Talampesy pasal yang digunakan sebagai acuan dalam laporannya ialah Pasal 160 KUHP dan atau 170 KUHP dan atau Pasal 156 KUHP.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar menilai menilai langkah PDIP menggunakan pasal 160 KUHP, 170 dan Pasal 156 KUHP dalam laporan insiden pembakaran bendera tidak tepat. Karena pasal 160 KUHP tersebut lebih tepat jika yang melapor ialah pihak penguasa dan pemerintah.
“Jadi kurang tepat jika yang lapor itu pengurus PDIP,” tutur Abdul (27/6/2020).
Pasal 160 KUHP tersebut berbunyi:
“Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum, dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500,”
Sementara untuk pasal 156 KUHP berbunyi;
“Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500,”.
Menurutnya, sulit menemukan rumusan pidana yang tepat dalam aksi pembakaran bendera partai PDIP. Lain halnya jika yang dibakar adalah bendera Indonesia dan lambing negara Indonesia.
“Penghinaan dan pencemaran nama baik itu subjeknya orang bukan barang, kecuali ada yang menghina menyebut nama orang. Bendera PDIP tidak dapat dikualifikasi sebagai bendera nasional lambang negara,” tegas Abdul.
Meskipun demikian, Polda Metro Jaya ternyata terus mengusut kasus ini. Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyebutkan hingga Senin (29/6) sudah ada lima orang saksi yang diperiksa. Pihaknya juga akan meminta keterangan dari saksi ahli untuk menindaklanjuti kasus pembakaran PDIP.
“Nanti saksi ahli juga kami minta keterangan. Penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara profesional untuk mengetahui apakah mengandung unsur pidana atau tidak,” jelas Irjen Pol Argo (29/6/2020).
Penulis: Kukuh Subekti