IslamToday ID —Sekitar 1,6 juta ASN di posisi tenaga administrasi dinilai tidak produktif. Mereka menjadi batu sandungan dalam reformasi birokrasi. Ironisnya, meskipun tidak produktif para ASN itu tetap dipertahankan.
“Tidak ada istilah pemberhentian ASN, semua difungsikan sesuai kemampuan,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, Selasa (7/7/2020)
Sebelumnya,Tjahjo mengatakan , tidak mudah untuk memberhentikan 1,6 juta orang ASN tersebut. Pasalnya ada aturan berjenjang yang mesti dilalui hingga seorang PNS dapat diberhentikan. Menurutnya, lahkah yang dapat dilakukan ialah meningkatkan produktivitas PNS. Selain itu, menghentikan rekrutmen CPNS untuk formasi tenaga administrasi
“Kita enggak bisa memberhentikan 1,6 juta tenaga yang dianggap tanda petik itu tenaga administrasi, yang mungkin 20 persen tidak produktif itu,” kata Tjahjo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Senin (6/7/2020).
Merujuk data Badan Kepegawaian Negara per 30 Juni 2020, jumlah total ASN di seluruh Indonesia ada 4.121.176 orang. sebanyak 22,6 persen ASN berada di pusat. Mayoritas mereka, yakni 77,4 persen merupakan pegawai daerah. ASN yang bekerja di kementerian/ lembaga dipemerintah pusat jumlahnya mencapai 946.606 orang. Sedangkan di instansi daerah itu 3.174.570 orang. Belanja yang dianggarkan untuk 4,1 juta PNS ini sekitar Rp 416,6 triliun.
Tjahjo menegaskan, tidak ada pengurangan dalam reformasi birokrasi. Menurutnya, makna reformasi birokrasi adalah mengubah pola pikir dan penyederhanaan birokrasi dari jabatan struktural eselon menjadi fungsional. Ia optimis, pelaksanaan reformasi birokrasi itu dapat selesai diakhir tahun 2020.
Tjahjo menuturkan, konsep reformasi birokrasi sudah ada sejak era menteri Letjen (Purn) Tiopan Bernhard Silalahi di tahun 2000. Namun agenda itu macet masih ada tenaga honorer dan daerah masih mengangkat PNS seenaknya. Kemudian reformasi biroksi kembali dijalankan era pemerintahan Jokowi, bahkan masuk dalam visi-misi Presiden dan Wakil Presiden. . Hingga Juni 2020 lalu, sudah diselesaikan tahap pertama, mengalihkan 440.029 pejabat eselon III, IV, dan V menjadi tenaga fungsional.
Reformasi Birokrasi Jokowi
Reformasi birokrasi yang digulirkan Presiden Jokowi dilatar belakangi kepentingan mendongkrak investasi. Dilansir detik.com 14 Februari 2020, Struktur birokrasi yang bertingkat dan panjang juga menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat investasi di Indonesia. Menurut laporan Ease of Doing Businesses 2019 peringkat Indonesia berada 73 dari 160 negara. Peringkat Indonesia ini jauh dibandingkan dengan negara tetangga Thailand yang menduduki peringkat 27 dan Vietnam peringkat 69.
Pengurusan perizinan usaha di Indonesia juga tergolong lama disbanding negara lainnya. Pengurusan izin usaha membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan. Rata-rata pengurusan izinnya harus melalui 11 prosedur, dengan waktu sekitar 24 hari dan biaya Rp 2,78 juta. Akhirnya Presiden Jokowi menaargetkan untuk memangkas prosedur hingga menjadi 9 prosedur, dengan lama pengurusan 9 hari dan biaya menjadi Rp 1,58 juta.
Kemudian Menpan-RB mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 384, 390 dan 391 Tahun 2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi yang ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur, Wali Kota dan Bupati serta seluruh instansi pusat dan daerah.
Akhir tahun 2019 lalu reformasi birokrasi turut menjadi sorotan peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Tibiko Zabar. Ia menilai, hingga saat ini reformasi birokrasi masih terganjal oleh perilaku korup dilakukan oleh ASN. Hal ini ia sampaikan dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).
“Masalah ASN koruptor sebenarnya tidak lepas dari persoalan krusial birokrasi saat ini yang berkaitan erat dengan korupsi, konflik kepentingan, dan lemahnya pengawasan antar lembaga termasuk oleh Inspektorat,” kata Tibiko
Ia menambahkan, ASN masih menempati peringkat teratas sebagai pelaku korupsi yang paling banyak. Pungutan liar, suap perizinan, jual beli jabatan, hingga korupsi pengadaan barang dan jasa merupakan bentuk bentuk korupsi yang melibatkan para ASN.
Perilaku korup para ASN sudah dianggap penyakit menular. sSeperti dilaporkan beritagar. id (29/3/2019) Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan ada 1.466 ASN korup yang perkaranya sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Ironisnya mereka masih digaji negara lantaran belum dipecat.
Akibatnya sebut Wana, negara diduga dirugikan Rp72 miliar per tahun. Ribuan ASN korup yang masih digaji ini terungkap dari pertemuan antara Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan Ditjen Pas Kemenkumham pada 2016.
Penulis: Arief Setiyanto