“Wakil Rakyat seharusnya merakyat, Jangan tidur waktu sidang soal rakyat,
Wakil Rakyat bukan paduan suara, Hanya tau nyanyian lagu setuju”
-Iwan Fals-
IslamToday ID – Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ternyata belum dicabut dan masih ‘nyangkut’ dalam daftar program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. ‘Disahkannya’ RUU HIP bersama 36 RUU lainnya, sebagai RUU yang masuk dalam prolegnas 2020, tidak lepas dari persetujuan seluruh anggota DPR yang hadir pada sidang paripurna DPR, Kamis 16 Juni 2020 kemarin.
“Apakah laporan Baleg atas hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Prolegnas Prioritas RUU Prioritas 2020 dapat disetujui?” tanya pimpinan Rapat Paripurna DPR R, Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 16 Juli 2020
“Setuju,” jawab seluruh anggota dewan yang menghadiri Rapat Paripurna seperti dikutip dari cnnindonesia.com
Rapat paripurna itu akhirnya mengesahkan daftar RUU dalam Prolegnas 2020. Termasuk RUU HIP, RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Minerba yang selama ini dinilai bermasalah. Sebanyak 37 RUU dalam Prolegnas 2020 hasil evaluasi yang telah disepakati dalam paripurna DPR itu antara lain:
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
- RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
- RUU tentang Jabatan Hakim
- RUU Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
- RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
- RUU Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
- RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan nasional
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
- RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI)
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
- RUU tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (HIP)
- RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
- RUU tentang Masyarakat Hukum Adat
- RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak
- RUU tentang Ketahanan Keluarga
- RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol
- RUU tentang Profesi Psikologi
- RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama
- RUU tentang Sistem Perposan dan Logistik Nasional
- RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus law)
- RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian (Omnibus law)
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua
- RUU tentang Perlindungan Data Pribadi
- RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
- RUU tentang Ibu Kota Negara (Omnibus law)
- RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
- RUU tentang Daerah Kepulauan
Diakui Belum Dicabut
Padahal sebelumnya, pemerintah yang diwakili Menko Polhukam Mahfud MD dan DPR telah sepakat untuk mengganti RUU HIP menjadi RUU BPIP. Mahfud datang dengan surat resmi dan berkas titipan ‘ Presiden Jokowi. Berkas tersebut berisi rancangan RUU BPIP yang menganntikan RUU HIP.
“Saya membawa surat presiden berisi tiga dokumen, satu surat resmi presiden kepada ibu, lalu ada dua lampiran lain yang terkait dengan RUU BPIP,” kata Mahfud di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (16/7).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan, mengkipun pemerintah telah mengusulkan RUU BPIP, namun DPR belum bisa mencabut RUU HIP dari daftar prolegnas . Ia berlasan saat ini DPR tengah memasuki masa reses. Sehingga penganntian RUU tidak bisa dilakukan.
“Karena pada saat ini sudah memasuki masa reses tentunya mekanisme pergantian pembahasan RUU HIP dan BPIP tidak bisa dilaksanakan,” kata Dasco di Senayan, Jakarta, Jumat (17/7) dikutip dari tempo.co
Lanjutnya, penggantian itu baru bisa dilakukan setelah masa reses selesai. Selain itu juga harus mengikuti mekanisme aturan perundang-undangan. Dasko sekilas memberi gambaran, pembeda. Menurutnya RUU HIP mengatur soal ideologi Pancasila, sedangkan RUU BPIP mengatur soal lembaga BPIP dan memperkuat Pancasila yang sudah final.
Bagi pemerintah dan DPR, RUU BPIP merupakan respons terkait polemik yang mengiringi RUU HIP. Selain itu, RUU BPIP akan memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme.
Kemunculan RUU BPIP ini diwarnai maneuver kilat. Pada 2 juli 2020 mantan Wakil Presiden Tri Sutrisono bersama Legiun Veteran RI (LVRI) dan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) menemui Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), di Gedung Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Mereka mendesak agar RUU HIP diganti menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP).
Berselang sehari, 3 Juli 2020 Bamsoet mendatangi kantor PBNU. Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj menawarkan alternatif agar RUU HIP diganti menjadi RUU BPIP. Kemudian, Selasa 7 Juli 2020 Pengurus Besar Ikatan Alumni PMII juga menyampaikan usul yang sama. Lalu pada 8 Juli 2020, Bamsoet bertemu Presiden Jokowi di Istana di Istana Bogor. Usai pertemuan itu Bamsoet mengatakan, sikap Presiden sejalan dengan keinginan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan sejumlah pihak yang menginginkan RUU HIP diganti menjadi RUU BPIP.
Lalu pada 16 Juli 2020 Menko Polhukam Mahfud MD didampingi Menhan Prabowo Subianto, Menkumham Yasonna H Laoly, Mensesneg Pratikno, Menpan RB Tjahjo Kumolo, dan Mendagri Tito Karnavian menyerahkan surat resmi dan berkas usulan RUU BPIP kepada DPR. Berkas tersebut diterima secara resmi oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Penulis: Arief Setiyanto