IslamToday ID – Indonesia dan Turki menjajaki kerjasama dibidang pengembangan industri kedirgantaraan. Turki berkomitmen memberikan dukungan penuh kepada Indoinesia dalam pengembangan pesawat N-219 dan R80.
Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Industri dan Teknologi Turki, Mustafa Varank. Pertemuan tersebut membahas kerjasama antar dalam rangka memperkuat hubungan bilateral.
Salah satu kerjasama yang ditawarkan Indonesia ialah pengembangan industri kedirgantaraan, yakni penengembangan , pesawat N-219 dan R-80. Negara yang dipimpin oleh Recep Tayyip Erdogan itu berkomitmen mendukung penuh Indonesia.
“Pembahasan kerja sama ini sangat relevan dan signifikan dalam pengembangan hubungan bilateral Indonesia-Turki khususnya dalam bidang penguasaan riset, teknologi dan inovasi,” kata Bambang, Sabtu (1/8/2020) dikutip dari CNBCIndonesia
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI), Elfien Goentoro, menambahkan, PT DI telah memiliki MoU dalam bidang manufaktur dan produksi bagian pesawat tipe N-219 dan N-245 dengan Turki.
Ia nambahkan, pengembangan pesawat N-219 telah siap untuk tahap komersialisasi, terutama untuk pasar Eropa. Sebelum itu, perlu langkah awal berupa sertifikasi pesawat RI-68, RI-80 dan R-90 di Turki.
Duta Besar Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqba mengatakan, hubungan kerja sama Indonesia dan Turki dalam bidang kedirgantaraan memang telah terjalin sejak lama. Turki telah melakukan pendekatan secara politis untuk melakukan kerja sama pengembangan civilian aircraft project atas pesawat tipe N-219, N-245, dan R-80.
Direktur Utama PT Regio Aviasi Indonesia (RAI), Agung Nugroho menambahkan, Turki adalah negara pertama yang dikunjungi Pendiri PT RAI kala itu (alm.) Prof. BJ Habibie, Menristek RI dan Presiden RI ke 3. Habibie menjajaki kerja sama dengan turki dalam hal teknologi mesin pesawat.
Saat itu Habibie tengah mengembangkan pesawat R 80. Kini proyek 80 saat ini sudah mampu memenuhi kapasitas penumpang 90-100 orang. Namun sayangnya R80 tergilas dari program strategis nasional.
Berbeda dengan Indonesia, industriTurki memprioritaskan industry kedirgantaraanya [ada pengembangan dan produksi pesawat tempur. Turki termasuk negara maju dalam pengembangan teknologi pesawat tempur.
Menurut, Presiden Turkey Aerospace Industry (TAI) melihat adanya potensi besar dalam kerjasama Turki dan Indonesia, terutama dalam pengembangan passenger aircraft military program. Namun, Turki tetap akan melihat kemungkinan kerjasama dalam pengembangan pesawat penumpang dengan Indonesia.
Komitmen Turki untuk mengembangkan Industri kedirgantaraan bukan pertama kali disampaikan tahun 2018 lalu. Dikutip dari Anadolu Agency, Bahkan keseriusan tersebut sudah disampaikan dalam proposal tender Pesawat Terbang Tanpa Awak yang diselenggarakan pemerintah Indonesia pada 24 Agustus 2018.
Vice President Corporate Marketing and Communication Turkish Aerospace Industries (TAI) Tamer Ozmen mengatakan pihaknya memiliki keunggulan dalam memproduksi pesawat tanpa awak bernama Anka (phoenix), helikopter Atak (serangan), pesawat jet Hurkus, pesawat militer nasional, dan sistem satelit ruang angkasa.
Dalam proposalnya, Ozmen menawarkan pesawat terbang tanpa awak bernama Anka yang dapat dipakai untuk kebutuhan intelijen, pengawasan, dan pengintaian (intelligence, surveillance, and reconnaissance/ISR) yang juga telah digunakan oleh militer Turki baik untuk matra darat, laut, dan udaranya.
“Pesawat ini telah terbukti kehandalannya dan telah terbang di Turki ataupun di luar Turki,” tegas Ozmen.
Ozmen menambahkan, TAI telah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun pada pengembangan teknologi pesawat terbang tanpa awak. Sementara di Turki, TAI sudah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun.
Tidak hanya menawarkan penjualan pesawat Anka kepada pemerintah Indonesia, Turki juga siap mentrsfer teknologi. Selain itu Turki juga bersedia melakukan pengembangan SDM, pemenuhan ketersediaan suku cadang dan perawatan pesawat tanpa awak.
Dalam tender tersebut, perusahaan Turki ini harus bersaing dengan perusahaan asal Israel bernama Aeronautics yang menawarkan pesawat tanpa awak Dominator. Selain itu, ada juga perusahaan Safran asal Perancis yang menawarkan pesawat tanpa awak Patroller, serta perusahaan asal China CASC dengan pesawat tanpa awak CH-4.
Ozmen mengatakan nilai tender yang ditawarkan TAI jauh lebih rendah dari ketiga kompetitornya. “Dan yang terpenting, kita tidak akan membawa tenaga kerja kami karena kita ingin mengembangkan sumber daya manusia Indonesia serta transfer teknologi,” Ozmen menekankan.
TAI menurut dia, terus mencari peluang kerja sama yang bisa dilakukan dengan Indonesia sebagai negara yang sangat berkembang di kawasan dan juga regional, selain juga karena memiliki kedekatan historis dan sama-sama negara dengan penduduk Muslim terbesar.
“Indonesia selalu menjadi opsi nomor satu bagi kami untuk bekerja sama,” imbuh Ozmen.
Penulis: Arief Setiyanto