IslamToday ID — Puluhan tokoh bersatu membentuk Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai gerakan moral kritis atas segala keresahan terhadap situasi dan kondisi bangsa saat ini. Para tokoh yang hadir menyampaikan sejumlah keresahannya dan mengkritisi ragam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
“KAMI, pada pemahaman saya adalah sebuah gerakan moral seluruh elemen-elemen dan komponen bangsa lintas agama, suku, profesi, kepentingan politik kita bersatu, kita bersama-sama sebagai gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, Ahad (2/8/2020).
Pada kesempatan tersebut, Din menyebutkan bahwa banyak tokoh yang akan mendukung gerakan tersebut. Namun sejumlah nama-nama penting seperti Gatot Nurmantyo, Rachmawati Soekarnoputri hingga Rizal Ramli belum bisa hadir pada acara yang diselenggarakan di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan kemarin. Sementara itu salah satu tokoh yang hadir ialah mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu turut menyampaikan kritiknya terhadap BUMN.
“Saya hanya berharap para birokrat profesional teman-teman di BUMN terpanggil untuk menyelamatkan Indonesia karena Anda tanggung jawabnya sangat besar. Berhentilah menjadi manusia-manusia pembenar tapi jadilah manusia penegak kebenaran di tempat kerja masing-masing,” tutur Said Didu.
Said mengungkapkan bahwa rekan-rekannya di BUMN telah memahami bahwa pembangunan di BUMN saat ini telah mengalami pembelokan dari tujuan awal. Ia memberikan imbauan agar para birokrat, para guru, para profesional bisa menjadi sosok penegak kebenaran serta berambisi menginginkan sebuah kekuasaan.
Selanjutnya dari Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun yang juga hadir dalam acara tersebut mengemukakan bahwa negara telah abai terhadap hak konstitusional yang dimiliki rakyat Indonesia. Baik itu upaya melindungi, mencerdaskan, hingga yang paling puncak ialah mensejahterakan bangsa. Sebab jika hak-hak konstitusional tersebut telah terpenuhi dengan baik maka keberadaan seperti KAMI tidak lagi dibutuhkan.
“Pemerintah atau penguasa belum mampu atau tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya maka kemudian jangan salahkan kalau komponen masyarakat memenuhi hasrat dan keinginannya sendiri tentu dengan jalan yang konstitusional juga,” ucap Refly.
Karena ketidakmampuan para penguasa tersebutlah dibutuhkan partisipasi dari masyarakat. Ia menambahkan bahwa dalam sejarahnya kadang-kadang tidak setiap penguasa ataupun pemerintah itu mampu menjalankan tugas konstitusionalnya. Maka biasanya harus ada alternatif lain salah satunya adalah partisipasi warga masyarakat yang mereka bentuk dalam KAMI.
Selanjutnya Refly melalui akun youtubenya mengonfirmasi jika acara yang berlangsung pada Ahad (2/8) kemarin bukanlah acara deklarasi, melainkan acara press conference. Ia menambahkan bahwa acara deklarasi KAMI baru akan diadakan pada hari-hari menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus mendatang. Meskipun demikian ia tidak menyebutkan tanggal pasti deklarasi.
“Mungkin bukan tanggal 17 Agustusnya, bisa sebelumnya atau sesudahnya, nanti kita lihat saja,”
Ia menekankan pentingnya cara mengkritisi suatu kebijakan pemerintah dengan cara-cara yang konstitusional. Dimana pemerintah pun tidak dibenarkan menghalangi upaya masyarakat dalam menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah. Sebab, setiap warga negara menurutnya haruslah diperlakukan sama di dalam hukum dan pemerintahan, sekalipun mereka tidak memiliki jabatan formal kenegaraan.
“Justru mereka yang mau berpartisipasi memikirkan negara ini harus diberi apresiasi. Kenapa? Tidak digaji tapi mau memikirkan negara tapi kalau pemerintah, penguasa, pejabat birokrasi memikirkan negara ya wajar saja mereka sudah dibayar, sudah diberikan fasilitas,” tutur Refly.
Acara pada Ahad (2/8) tersebut dihadiri oleh sejumlah nama seperti Abdullah Hehamahua, M.S. Ka’ban, Syahganda Nainggolan, Prof. Anthony Kurniawan, Prof. Rohmat Wahab, Ahmad Yani, Adhie M. Massardi, Moh. Jumhur Hidayat, Ichsanudin Noorsy, Hatta Taliwang, Marwan Batubara, Edwin Sukowati, Joko Abdurrahman, Habib Muhsin Al Atas, Tamsil Linrung, Eko Suryo Santjojo, Prof. Chusnul Mariyah, dan Sri Bintang Pamungkas.
Tumpulnya Oposisi
Sementara itu Analis Politik asal Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menganggap bahwa kemunculan koalisi KAMI sebagai imbas dari tumpulnya barisan oposisi. Selain itu keberadaan partai politik opisisi di DPR juga lemah.
“Selain karena kekuatan politik di parlemen minoritas, partai oposisi juga tumpul kalau sudah berhadap-hadapan dengan kepentingan dan jabatan,” jelas Ujang (3/8/2020).
Bukti kelumpuhan tersebut salah satunya terlihat ketika disahkannya UU KPK. Dan beberapa undang-undang lain yang juga tidak mengakomodir kepentingan rakyat. Ia menambahkan sebuah hal yang wajar jika kemudian banyak pihak yang berpikir membuat sebuah gerakan dengan membentuk sebuah koalisi.
“Bangsa ini hampir oleng. Jadi perlu penyelamatan, dan hak rakyat untuk bisa menyelamatkan bangsanya,” imbuh Ujang.
Pihak istana sebagaimana yang dikatakan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin tidak akan mengintervensi KAMI. Selain itu, ia juga menuturkan bahwa pemerintah akan terbuka dengan kritik yang muncul. Ia juga memastikan bahwa Presiden Jokowi akan membuka diri dan siap menerima kritik.
“Bahwa saya pastikan Presiden Joko Widodo membuka diri untuk bisa menerima kritik dan masukan dari teman-teman KAMI sepanjang pilihan-pilihan maupun langkah-langkah itu memberikan nuansa baru, untuk kepentingan bangsa dan negara, kepetingan rakyat,” ungkap Ngabalin.
Penulis: Kukuh Subekti