IslamToday ID – Uji coba klinis vaksin covid-19 telah measuki tahap ketiga. Oleh karena itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera menyiapkan fatwa soal vaksin Covid-19. Menurutnya Fatwa MUI soal vaksin covid-19 sangat penting karena dinilai dapat memberi jawaban atas permasalahan yang terjadi dari perspektif hukum Islam.
“Kita juga berdoa semoga upaya pemerintah dalam menyegerakan tersedianya vaksin dapat terwujud dan dalam kaitan ini kita harapkan MUI perlu mempersiapkan fatwanya,” kata Ma’ruf Amin, dikutip dari republika.co.id (05/08/2020).
Wapres Ma’ruf Amin berharap, fatwa yang dikeluarkan mempertimbangkan aspek kemaslahatan serta tidak menyulitkan. Sebab menurutnya para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim merasa perlu untuk menetapkan fatwa baru yang sesuai dengan kondisi darurat atau fatwa pandemi.
Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menilai bahwa pemberian fatwa halal bagi vaksin itu membutuhkan proses audit yang tidak sebentar. Padahal, pemberian vaksin Corona merupakan situasi yang genting.
“Proses untuk mendapatkan kehalalan produknya kan prosesnya harus diaudit. Audit itu butuh waktu. Tetapi menolong kan harus secepatnya. Jadi ya monggo saja digunakan dulu (vaksinnya). Kan sekarang ini nyawa manusia harus diselamatkan (karena) kondisinya emergency sekali,” ungkap Kepala BPJPH, Sukoso, (5/8/2020).
Sukoso menambahkan selain penyebaran wabah, bahan baku vaksin corona dapat digolongkan sebagai kedaruratan. Sebab, belum ada bahan lain yang digunakan kecuali yang telah diproses saat ini. Oleh karena itu, menurutnya, bahan tidak menjadi sandungan dalam keluarnya fatwa halal vaksdin corona.
“Daruratnya ini karena bahan yang lainnya itu belum ditemukan. Yang ada ya itu, maka itu digunakan, enggak ada masalah sebenarnya. Sambil dipersiapkan hal-hal lain yang menuju ke sana (sertifikasi halal),” ucap Sukoso.
Sementara itu, Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Agama, Bio Farma, dan Komisi Fatwa MUI telah membentuk tim untuk mengkaji vaksin Covid-19. Hasil kajian tim gabungan akan disampaikan kepada public pada Januari 2021 mendatang.
“Januari 2021 saya harap kita sudah bisa laporkan hasil kajian dan penelitiannya, dan bisa langsung difatwakan di komisi fatwa MUI,” tutur Lukman (5/8/2020).
Sebelumnya, Ketua Pelaksana Tim Penanganan Pandemi Virus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Erick Thohir mengatakan, bahan pembuatan vaksin Covid-19 dipastikan aman dan halal, sebab selama ini PT Bio Farma juga kerap mengirimkan produksi vasinnya ke negara-negara Timur Tengah.
“Insya Allah bahan baku halal digunakan untuk vaksin Covid-19 karena Bio Farma sudah menjadi salah satu pusat produksi vaksin halal dunia,” ucap Erick (5/8/2020).
Menengok Fatwa MUI
Di Indonesia MUI pernah mengeluarkan fatwa tentang imunisasi, No.4/2016. Berdasarkan fatwa tersebut mengatakan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah). Sebab, hal tersebut termasuk ikhtiar untuk mewujudkan imunitas atau kekebalan tubuh serta mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Namun Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH. Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan, yang menjadi catatan penting vaksin untuk keperluan imunisasi wajib menggunakan bahan yang halal dan suci.
Dalam Fatwa tersebut MUI juga meminta agar produsen vaksin untuk mengupayakan produksi vaksin yang halal. Produsen vaksin juga wajib mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara bagi pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
Namun demikian, pembuatan vaksin yang halal bisa jadi membutuhkan waktu dan juga teknologi. Mengingat hal tersebut MUI membuat tiga pengecualian dalam penggunaan vaksin haram dan atau najis. Pertama dalam kondisi al-dlarurat atau al-hajat (mendesak). Kedua, belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci. Ketiga, adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
“Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib,” tulis MUI dalam fatwanya MUI No.4/2016.
Penulis: Kukuh Subekti