IslamToday ID – Kritik terhadap penanganan pandemic corona virus (covid-19) berujung pidana. Hal itulah yang dialami Ruslan Buton.
Pada 18 Mei 2020 lalu, mantan Anggota TNI ini mengkritik Ppesiden Jokowi atas penanganan pandemic covid-19. Ia membuat sebuah rekaman suara yang menutut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya karena dinilai gagal dalam menangani pandemic covid-19. Dalam Rekamannya Ruslan klawatir jika Jokowi tidak mundur makahal itu akan mengundang gelombang revolusi yang di kobarkan rakyat.
“Namun, bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” ucap Ruslan dalam dalam sebuah rekaman tersebut.
Awalnya ia hanya mengirimkan rekaman suaranya ake grup WA Serdadu Ekstrimatra. Namun, rekaman itu akhirnya ‘bocor’ sehingga membuatnya berurusan dengan pihak kepolisian.
Pada 28 Mei 2020 ia ditangkap pihak kepolisian. Setelah menjalani masa tahanan sejak 29 Mei 2020 lalu, kini kasus Ruslan mulai di meja hijaukan.
“Sidang hari ini jam 10-an, sidang dakwaan perkara Ruslan Buton,” ucap JPU Sigit Hendardi (13/8/2020).
Ruslan dijerat dengan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Ruslan tidak diam saja terhadap kasus yang menimpanya. Ia tercatat dua kali sudah mengajukan praperadilan. Namun PN Jaksel menolak praperdilan yang dia ajukan.
Pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam, pernah memberikan komentar terkait penangkapan Rusalan Buton. Saiful mengatakan bahwa penangkapan terhadap Ruslan merupakan imbas dari ketakutan pemerintah karena ketidakmampuanya dalam menangani Covid-19 dan menjaga stabilitas ekonomi. Ia menilai tidak ada tindak pidana ujaran kebencian yang dilakukan oleh Ruslan dalam surat terbukanya itu.
“Saya mendengarkan dengan baik surat terbuka yang disampaikan. Saya bertanya-tanya, di mana pidana ujaran kebenciannya? Saya tidak melihat pasal ujaran kebencian maupun pencemaran nama baik di media elektronik dalam hal kasus ini,” kata Saiful (5/6/2020).
Saiful menambahkan bahwa apa yang dilakukan oleh Ruslan sebenarnya sudah dijamin oleh UUD 1945 yakni hak untuk menyampaikan pendapat. Ia juga merasa heran dengan adanya upaya-upaya tertentu dengan tujuan untuk membungkam para pengkritik pemerintah.
“Kok pemerintah sensitif banget untuk urusan Jokowi? Jangan paranoid, saya kira. Di luar akal sehat kita, apabila masukan dan kritikannya dianggap tindak pidana. Menyarankan mundur saya kira biasa saja,” ucap Saiful.
Ia lantas mempertanyakan alasan pemeritah menahan Ruslan. Apakah hal ini bagian dari efek domino dari ketidakmampuan pemerintah dalam menangangi berbagai permasalahan yang muncul di tengah pandemi Covid-19.
“Saya curiga ini bagian dari efek domino ketidakmampuan penanganan corona dan ketidakstabilan ekonomi, sehingga berimbas kepada ketakutan yang berlebihan akan adanya pemberhentian presiden,” terang Saiful.
Presiden Siap Terima Kritik
Presiden Jokowi sebenarnya pernah mengatakan bahwa pemerintah beserta instansi-instasni dibawahnya harus siap menerima kritik. Hal ini disampaikannya pada saat Sidang Tahunan MPR 2019 (16/8/2019) ia mengatakan bahwa pemerintah dan juga instansi di bawahnya untuk terbuka terhadap kritik.
“Kita tidak boleh alergi terhadap kritik. Bagaimanapun kerasnya kritik itu, harus diterima sebagai wujud kepedulian, agar kita bekerja lebih keras lagi memenuhi harapan rakyat,” kata Presiden Jokowi, dikutip dari kompas.com (16/8/2019).
Tidak hanya itu Jokowi bahkan mengatakan bahwa dalam kehidupan berdemokrasi perbedaan itu lumrah. Seperti perbedaan antar individu, antar-kelompok, bahkan antar lembaga negara. Ia juga mengatakan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk saling menghancurkan melainkan sebagai kekuatan yang dinamis jika itu dikelola dengan baik.
“Untuk mendukung lompatan-lompatan kemajuan untuk mengentaskan kemiskinan, menekan ketimpangan, dan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” tutur Jokowi.
Penulis: Kukuh Subekti