IslamToday ID –Komnas HAM RI menilai Omnibus law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja berbahaya jika disahkan. RUU ini dinilai membuka peluang abuse of power atau penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, mengungkapkan, RUU Cipta Kerja memuat 516 peraturan pelaksana. Menurutnya, jumlah tersebut terlalu banyak. Konsekwensinya, kewenangan eksekutif menjadi sangat besar. Hal tersebut dikhawatirkan akan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
“Ketika peraturan pelaksana itu ditetapkan oleh eksekutif, ini ada pemberian kewenangan yang luar biasa kepada eksekutif yang berpotensi terjadi abuse of power,” ujar Sandrayati, Kamis (13/8/2020) seperti dikutip dari kompas.com
Lanjutnya, Omnibus law RUU Cipta Kerja telah menggeser beragam kewenangan. Hal-hal yang semula diatur dalam Undang-Undang yang disusun oleh eksekutif dan Legislatif, nantinya akan diatur melalui peraturan pelaksana dan Peraturan Presiden. Hal ini jelas memperlus dan memperbesar kekuasaan esekutif.
“Jadi, segala hal yang tadinya diatur dalam undang-undang yang disusun bersama DPR dan pemerintah beralih sebagian besar materinya ke peraturan pelaksana dan Perpres,” ungkapnya
Bayangkan betapa besar kekuasaan dari eksekutif untuk membuat turunan dari RUU ini nanti,” imbuhnya
Menurutnya, RUU Omnibuslaw tidak relevan dengan perundang-undangan di Indonesia. Sebab, perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal ‘undang-undang payung’. Dalam tata perundang-undangan di Indonesia, turunan langsung konstitusi 1945 adalah undang-undang (UU).
“Indonesia tidak mengenal undang-undang payung, dalam Undang-undang 12 tahun 2001 tentang pembentukan peraturan perundangan, kita tahu dibawah Undang-Undang Dasar itu langsung ke undang-undang,” ungkap Sandrayati.
Maka dari itu, ia mempertanyakan kedudukan RUU tersebut dalam tata perundang-undangan di Indonesia, jika nantinya jadi disahkan. Pasalnya RUU Cipta Kerja tampak ditempatkan seperti undang-undang payung, yang mengatur undang –undang lainnya.
“Kalau nanti ada, undang-undang ini statusnya di mana? Bagaimana kedudukan dari Undang-Undang Cipta Kerja ini nantinya ketika dia diperlakukan seperti undang-undang payung?,” tutur dia.
Lanjutnya, Cipta Kerja juga melanggar aspek prosedural. Dalam penyusunannya RUU ini mengabaikan aspirasi dan partisipasi masyarakat. Ia menduga ada sejumlah asas hukum yang dilanggar dalam penyusunan RUU ini.
“Kita bisa lihat dari masalah proses penyusunannya yang tidak partisipatif, kemudian ada beberapa azas hukum maupun beberapa asas dari beberapa undang-undang sektoral yang dilanggar,” kata Sandrayati
Ia menambahkan, Komnas HAM RI telah melakukan pengkajian atas Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Komnas HAM akan menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi atas kajian terhadap RUU Ciptakerja kepada Presiden RI dan DPR RI. (AS)