IslamToday ID –Tujuh bulan sudah waktu yang dihabiskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memburu Harun Masiku. Namun, perburuan itu hingga kini belum membuahkan hasil. Padahal proses hukum terhadap para tersangka yang terseret dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024 ysudah memasuki babak akhir.
Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dengan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sedangkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara dengan besaran denda yang sama dengan Wahyu. Sementara vonis untuk kader PDIP Saeful Bahri divonis vonis 1tahun 8 bulan penjara.
Sementara itu, KPK berencana melakukan evaluasi terhadap keberadaan tim satuan petugas (Satgas) ‘pemburu’ Harun Masiku. Sebab, perburuan yang dilakukan selama ini belum membuahkan hasil
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi kelembagaan. Salah satu kemungkinan yang akan terjadi menurutnya adalah berkaitan dengan penambahan jumlah personel satgas.
“Di internal kita coba mengevaluasi kerja dari satgas yang ada. Kemungkinan untuk menambah personel satgas ataupun menyertakan satgas pendamping,” kata Nawawi (24/8/2020).
Nawawi menambahkan pula kemungkinan adanya kerjasama dengan aparat penegak hukum yang lain. Dalam hal ini ialah pihak kepolisian. Oleh Polri tersangka kasus penyuapan tersebut, Harun telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kita juga coba terus melakukan koordinasi dengan Polri yang telah menetapkan status DPO terhadap tersangka,” tutur Nawawi.
Sementara itu Plt Juru Bicara (Jubir) Penindakan KPK, Ali Fikri, pada (17/7) lalu mengatakan pihaknya belum melakukan konfirmasi ulang terkait kabar meninggalnya Harun Masiku.
“Kemarin juga sempat diisukan meninggal dunia, namun sampai saat ini KPK tidak bisa mengonfirmasi hal itu dengan data yang valid misalnya bahwa yang bersangkutan meninggal dunia. Oleh karena itu, tentu terus dilakukan pencarian,” ucap Ali (17/7/2020).
Lebih Berbahaya dari Djoko Tjandra
Sejumlah Pakar kasus Harun Masiku lebih berbahaya dari kasus suap Djoko Tjandra. Direktur Legal Culture Institute, M Rizki Azmi. Azmi bahkan menyebut Harun Masiku seperti hantu yang tidak bisa terdeteksi keberadaannya.
“Harun Masiku menjadi misteri, kalau Djoko Tjandra masih ada bayangnnya. Harun Masiku seperti ghost, seperti hantu tidak kelihatan,” tutur Azmi dikutip dari pikiran rakyat.com (9/8/2020).
Menurutnya, kasus ini lebih berbahaya dibandingkan dengan kasus korupsi Djoko Tjandra. Hal ini disebabkan oleh kasus Harun Masiku berkaitan dengan substansi kenegaraan yang berpotensi menimbulkan degradasi bagi kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
“Kasusnya besar, terkait substensi kenegaraan, bagaimana peralihan kekuasaan. Isu yang sentral, bukan hanya kerugian negara, tapi proses dimana mendegradasi demokrasi,” jelas Azmi.
Azmi juga menilai jika sosok Harun hanyalah seorang caleg biasa seharusnya kasus ini tidak berlangsung lama. Hal ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan besar.
“Proses kenapa panjang, kalau dia hanya caleg, itu kan hal menjadi simple. Yang sangat mudah tertangkap, apakah karena terkait partai penguasa? ini menjadi momen pertanyaan, apakah KPU dan Bawaslu netral?” ujar Azmi.
“Di level atas saja seperti itu, apalagi level bawah, ini tersutruktur, sistematis. Runutannya tidak hanya KPU pusat, tapi provinsi dan kabupaten, ada indikasi itu di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Senada dengan Azmi, Pakar hukum tata negara Refly Harun juga mengungkapkan jika kasus Harun Masiku ini lebih berbahaya dari Djoko Tjandra. Dengan alasan yang juga sama yakni berkaitan dengan integritas pemilu di Indonesia.
“Harun Masiku itu, mempermasalahkan, tanda tanya kepada integritas pemilu. Termasuk penyelenggara Pemilu,” tutur Refly (2/8/2020).
“Orang akan bertanya, jangan-jangan banyak yang lobi-lobi, yang tadinya tidak jadi (anggota dewan), malah menjadi. Ini kan gawat,” jelas Refly.
Penulis: Kukuh Subekti