IslamToday ID — Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total di DKI Jakarta yang diambil Gubernur Anies Baswedan menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Bahkan mayoritas anggota kabinet Presiden Jokowi hingga partai pendukung pemerintahan ramai-ramai melakukan protes dan menyerang Langkah Anies.
INDEF berpandangan berbeda dan PSBB DKI Jakarta dinilai sebagai contoh tepat untuk mengatur kembali strategi menekan pandemi Covid-19. Setelah pandemi berhasil diatasi, barulah kemudian diikuti oleh upaya pemulihan ekonomi.
“Mindset diubah, memang kesehatan diutamakan nanti ekonomi mengikuti,” demikian pandangan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (10/9).
Andry mengharapkan, langkah tersebut dapat ditiru pemerintah daerah lainnya, dengan menempatkan kesehatan sebagai prioritas utama.
“Kesehatan yang utama tapi pada akhirnya dibuat berjalan berdampingan sehingga inilah akibatnya ternyata kesehatan bukan prioritas utama sehingga akan berdampak ke ekonomi,” jelasnya.
Dalam fase PSBB yang kembali seperti awal pandemi di Jakarta, imbuhnya, diharapkan pemerintah menggenjot tracing, tracking dan testing setidaknya hingga vaksin selesai diproduksi massal.
Tak hanya itu, tes usap atau swab test tidak hanya dilakukan di perkantoran. tetapi juga kawasan industri karena berpotensi besar menjadi klaster penyebaran Covid-19.
Sementara itu, Ekonom Indef lainnya, Fadhil Hasan mendorong tiga agenda dalam belanja pemerintah menjadi prioritas pada 2021. Tiga agenda ini dinilai relevan dalam mendorong perekonomian yang terimbas pandemi Covid-19.
“Kami harapkan APBN 2021 itu merupakan APBN pandemi Covid yang artinya sumber daya di dalamnya itu bisa didedikasikan untuk penanganan Covid-19,” jelasnya, Kamis (10/9).
Menurut Fadhil, tiga agenda prioritas itu adalah investasi di sektor kesehatan publik, ekonomi digital menyeluruh hingga ke perdesaan serta peningkatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan upaya mengatasi pengangguran.
Oleh karena itu, ia mendorong evaluasi besaran anggaran yang akan dialokasikan dalam belanja kementerian dan lembaga dalam Rancangan APBN 2021 karena dinilai belum sesuai dengan dampak lanjutan Covid-19.
Ia menyoroti anggaran dalam RAPBN 2021 di Kementerian Kesehatan yang mencapai Rp84,3 triliun atau masih lebih rendah dibandingkan anggaran di Kementerian PUPR yang justru meningkat signifikan mencapai Rp150 triliun. Kemudian, imbuhnya, anggaran di Kementerian Pertahanan mencapai Rp137 triliun, dan Polri Rp112 triliun.
Fadhil Hasan menyimpulkan anggaran pertahanan, keamanan dan ketertiban yang lebih besar itu dinilai kurang tepat mengingat imbas pandemi Covid-19 diperkirakan belum mereda pada 2021.
Fadhil pun menyarankan insentif pajak diperbesar pada 2021 karena dianggarkan mencapai Rp20,4 triliun, atau lebih rendah dibandingkan insentif pada pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020 yang mencapai Rp120,6 triliun.
Secara keseluruhan, ia mengatakan dengan postur anggaran itu diperkirakan belum dapat mendukung target pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi pada 2021 yang mencapai 5,5 persen.
“RAPBN 2021 ini masih memiliki prioritas yang salah arah karena anggaran penanganan kesehatan lebih rendah dibandingkan ketertiban dan keamanan,” katanya.
Percepatan Distribusi Bansos
Adapun, pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal menilai percepatan penyaluran bantuan sosial (bansos) tunai menjadi salah satu solusi untuk menahan tekanan ekonomi lebih dalam akibat pandemi.
“Salah satu yang berpotensi menopang ekonomi domestik tahun ini adalah belanja pemerintah melalui bansos tunai,” ujar Mohammad Faisal di Jakarta, Kamis (10/9).
Menurutnya, PSBB yang akan diberlakukan kembali di wilayah DKI Jakarta pada 14 September mendatang diperkirakan kembali membuat penurunan mobilitas orang dan mempengaruhi laju perekonomian nasional.
Akibatnya, golongan masyarakat bawah yang bekerja di sektor informal dan mengandalkan upah harian akan sangat mudah kehilangan pendapatannya yang akhirnya menekan konsumsi.
“Maka itu harus segera mungkin penyaluran bansos tunai, jangan sampai di kelompok itu hilang penghasilan yang bakal lebih menurunkan konsumsi,” jelasnya.
Mohammad Faisal menyarankan agar bansos tunai tidak hanya untuk pekerja formal, tapi diperluas ke pekerja informal.
“Dampak langsung PSBB adalah pekerja informal dan juga UMKM,” paparnya.
Selain bansos untuk sektor informal, Mohammad Faisal juga mengatakan, pemerintah perlu mempercepat pencairan bantuan presiden (banpres) produktif bagi usaha mikro sebesar Rp2,4 juta.
“Pengusaha UMKM harus terjamin aktivitas kegiatannya agar turut membantu menjaga roda ekonomi,” tandasnya.[IZ]