IslamToday ID — Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan. Alasannya, Ahok menilai selama ini Presiden Jokowi tidak bisa mengontrol manajemen BUMN.
“Kementerian BUMN harusnya dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun,” kata Ahok dalam sebuah video di kanal Youtube POIN pada (14/9/2020).
“karena presiden tak bisa mengontrol manajemen BUMN,” imbuhya
Lanjut Ahok, ia mengusulkan agar sebagai gantinya seluruh BUMN di Indonesia akan dikelola dengan mekanisme super holding, sebagaimana Tamasek di Singapura. Sebab menurut Ahok tata kelola BUMN selama ini sangat buruk. Ahok merasa, bukan menjadi pengawas sebenarnya meskipun menjabat sebagai komisaris utama pertamina. Kata Ahok, penilaian kinerja perusahaan BUMN sepenuhnya di tangan Kementerian BUMN.
“Kita harus ada yang namanya Indonesia Incorporation,” kata Ahok.
Bukan Gagasan Baru
Kementerian BUMN, melalui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pun meluruskan wacana superholding yang gulirkan Ahok. Ia mengatakan pembentukan super holding adalah ide lama, bahkan sebelum era Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Soal ide mengenai super holding, ini kan ide lama sekali, periode sebelumnya pun sudah ada ide ini, tapi kita di Kementerian melihat bahwa saat ini yang sangat penting ialah bagamaina memastikan antar BUMN itu bisa saling inline,” ungkap Arya (16/9/2020).
Lanjutnya,pembentukan superholding bukan perkara mudah. Menurutnya, Menteri BUMN Erick Thohir tidak akan berhati-hati dalam merealisasikan rencana tersebut. Bahkan menurutnya rencana pembentukan super holding masih sangat jauh. Opsi yang mungkin diambil untuk saat ini ialah pembentukan kluster-kluster BUMN.
“Jadi kita uji semua, kita jangan buru-buru mau super holding, itu ide besar memang, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif tidak. Sekarang ini kan masih sendiri-sendiri, jadi masih jauh pemikiran mengenai super holding, masih jauh sekali,” terang Arya.
Ia menambahkan bahwa wacana pembentukan superholding perlu pembahasan serius dengan pihak DPR, selaku mitra kementerian. Sehingga, bisa diperoleh berbagai masukan yang berguna bagi kementerian.
Muncul Era Soeharto
Gagasan pembentukan super holding sempat disinggung Jokowi pada debat kelima Pilpres 2019 (13/4/2019). Ternyata gagasan tersebut adalah ide lama. Ide itu pertama kali disampaikan oleh Menteri BUMN Tanri Abeng kepada Presiden Suharto.
Dilansir dari detik.com (15/4/2019) Tanri mengatakan saat itu, kementerian BUMN pada Kabinet Pembangunan VII, bernama Kementerian Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara.. Ia mengungkapkan bahwa ide superholding merupakan konsekuensi dari beban kerja tambahan yang disematkan kepada kementeriannya kala itu.
“Menteri Pendayagunaan BUMN merangkap Kepala Badan Pembina BUMN yang punya executive power. Menteri Negara tidak punya,” tutur Tanri.
Tanri menuturkan saat itu ia telah membuat cetak biru (blue print) Kementerian BUMN. Namun rencana tersebut mangkrak bertahun-tahun lamanya. Yang seharusnya telah dilaksanakan pada tahun 2015 silam.
“Kemudian, dalam blue print saya itu tahun 2010 tidak ada lagi menteri yang ada kepala badan. Lima tahun kemudian yaitu 2015, artinya tahun depan kalau blue print saya dijalankan, itu tidak ada lagi badan tetapi murni holding company. Seperti usul saya 15 tahun yang lalu ke Pak Harto,” ucap Tanri.
Tanri menilai yang membuat BUMN Indonesia mengalami ketertinggalan disebabkan oleh gagalnya eksekusi ide yang pernah digagasnya dulu. Ia mengatakan bahwa BUMN Indonesia tertinggal dari BUMN di Singapura dan Malaysia.
“Setelah saya, tidak ada. Makanya itu yang saya kecewa. Yang saya anggap tidak optimal. Saya katakan saya kecewa. BUMN kita itu masa untungnya hanya separuh dari satu perusahaan Malaysia. Petronas itu US$ 20 miliar, kita di bawah US$ 10 miliar. Malu kita,” terangnya.
Fakta tersebut juga dibenarkan oleh Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto. Ia mengatakan bahwa penyusunan ide super holding BUMN dilakukan berkat kerjasama Tanri dengan McKinsey & Company.
“Di tahun itu, masterplan BUMN sudah jadi. Waktu itu, dia (Tanri Abeng) itu dibantu konsultannya, McKinsey & Company,” ungkap Toto (16/4/2019).
Konsep tersebut akhirnya dipraktikan oleh Malaysia melalui perusahaan BUMNnya, Khazanah Nasional Berhad. Sebab pada tahun 2000-2001 Tanri diminta oleh Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad untuk menjelaskan konsepnya tersebut. Konsep tersebut pun akhirnya diadaptasi oleh Malaysia.
Perusahaan plat merah Malaysia yang didirikan pada tahun 1993 tersebut akhirnya mulai menerapkan konsep tersebut pada periode 2003-2004. Dimana BUMN tersebut membawahi BUMN-BUMN sejenis dalam satu wadah.
“Di Malaysia, (Ide Tanri Abeng) diterjemahkan untuk menjadi pembentukan Khazanah yang menjadi super holding BUMN di Malaysia, pada tahun 2003,” ucap Toto.
Toto mengatakan yang membuat Indonesia belum mampu merealisasikan hal tersebut disebabkan oleh ketidakfokusan pemerintah. Salah satunya ialah pergantian menteri BUMN yang terlalu sering.
“Enggak fokus saja, karena beberapa kali kursi Menteri BUMN enggak pernah ada yang sampai selesai. Beberapa kali diganti di tengah jalan,” pungkasnya
Penulis: Kukuh Subekti