IslamToday ID —Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin Abdul Fatah berharap calon Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025, pengganti Kyai Ma’ruf Amin adalah sosok yang independen. Harapan itu disampaikannya agar kelak MUI tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah, atau penguasa. Menurutnya, hal ini selaras dengan prinsip MUI ialah sebagai lembaga yang bersifat independen.
“Namanya MUI harusnya prinsipnya independen dan enggak bisa dikendalikan oleh penguasa, pemerintah gitu,” kata Hasanuddin (16/9/2020).
Hasanuddin ingin indepndensi MUI yang selama ini bisa terus dilanjutkan oleh pengurus MUI berikutnya. Berdasarkan pengalamannya, Komisi Fatwa telah bertindak independen. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI bebas dari intervensi pihak manapun.
“Itu enggak ada yang istilahnya ada pesanan atau apa. Kita ketat pada ketentuan yang ada,”ujar Hasanuddin.
Sebelumnya pada Selasa (15/9) Wakil Ketua MUI, Muhyidin Junaidi mengabarkan mengenai acara Musyawarah Nasional (Munas) MUI. Acara tersebut direncanakan akan berlangsung di Jakarta pada 25-28 November mendatang. Munas tersebut membawa agenda utama untuk menentukan susunan pengurus baru MUI Pusat.
“Agenda utamanya adalah melakukan pergantian Dewan pengurus pusat MUI sesuai dengan AD/ART-nya,” tutur Muhyiddin.
Ia menjelaskan, pergantian kepengurusan MUI dalam Munas X nantinya akan disertai dengan terbentuknya susunan formatur yang terdiri dari 13 orang. Mereka terdiri atas ketua umum, dua wakil ketua umum, sekjen, ketua dewan pertimbangan. Serta adanya utusan dari Muhammadiyah dan NU yang masing-masing satu utusan. Selain itu ada pula utusan dari MUI provinsi yang dipilih secara bergantian.
Munas X MUI bertujuan untuk memilih pengganti Ma’ruf Amin yang sejak Oktober silam resmi dinyatakan sebagai Wakil Presiden (Wapres) Indonesia. Sejak menjabat sebagai Wapres, Ma’ruf Amin belum menyatakan diri untuk mundur dari statusnya sebagai Ketua Umum MUI. Ia hanya menjadi ketua umum nonaktif.
Imam Besar Istiqlal
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar dikabarkan masuk dalam bursa pencalonan Ketua MUI periode 2020/2025. Informasi desas-desus masuknya Nasaruddin diketahui berdasarkan pernyataan dari Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi . Selain Nasaruddin ia juga menyebutkan nama-nama lain seperti Kyai Miftahul Akhyar (Rais Aam PBNU).
“Ada beberapa lain seperti Kiai Muhyiddin Junaidi Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, maupun Kiai Nasaruddin Umar,” jelasnya (16/9/2020).
Sosok Prof. Nasaruddin Umar bukan orang baru bagi kalangan Kementerian Agama (Kemenag) dan juga Presiden Jokowi. Ia diangkat menggantikan Kyai Haji Mustafa Yaqub sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal periode (2015/2020) pada masa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
PAda tahun 2016 ia diangkat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Kemudian pada 22 April 2020 lalu diangkat kembali untuk amanah yang sama. Pengangkatan Nasaruddin ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.31/M/2020 tentang Pengangkatan Imam Besar Masjid Istiqlal.
Sebelum menjadi Imam Besar Istiqlal dia pernah menjabat sebagai Wakil Menag di periode kedua SBY periode 2011-2014. Selain menjadi seorang Guru Besar di Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta ia juga seorang penulis aktif. Ia sering menulis artikel, buku dan jurnal dengan berbagai topik seperti Tasawuf, Gender dan Deradikalisasi Tafsir Agama, Ketika Fiqih Membela Perempuan, dan Tasawuf Modern.
Penulis: Kukuh Subekti