IslamToday ID — Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin (KMA) menilai bahwa urgensi dan manfaat Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja salah satunya untuk menunjukkan kualitas negara di mata dunia, utamanya dalam penanganan negara di tengah pandemi Cocid-19.
Menurut Wapres KH. Ma’ruf, hadirnya regulasi baru dan perbaikan birokrasi akan menciptakan suburnya iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha di Indonesia.
Upaya itu menurutnya akan berimplikasi pada terbukanya lapangan kerja sebagai respons penanganan dalam bencana non-alam ini.
“Pandemi covid-19 ini, UU Cipta Kerja menjadi pertaruhan kredibilitas Indonesia di mata dunia khususnya negara-negara mitra dagang dan investor global,” demikian penjelasan Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan secara daring dalam acara Lemhannas RI yang disiarkan melalui kanal YouTube Lemhannas RI, Selasa (13/10).
Ia pun menilai, UU Ciptaker diperlukan saat ini karena selama ini iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh aturan yang berbelit-belit dan tumpang tindih, sehingga proses bisnis dan investasi menjadi kurang efisien karena memerlukan waktu yang panjang untuk mengurus perizinannya.
Ia mengatakan, hal tersebut yang telah menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, serta Kambodja dalam kemudahan investasi. Menurutnya, regulasi berbelit itu menurutnya telah mengakibatkan tersendatnya penciptaan lapangan kerja di tanah air.
“Saya memandang UU Cipta Kerja merupakan langkah penting yang kita siapkan untuk mengantisipasi persaingan dunia pasca pandemi, sekaligus sebagai pemicu utama bagi pembukaan lapangan kerja secara luas,” jelasnya.
Oleh karena itu, Wapres RI ini pun mengimbau masyarakat mendukung pemerintah dalam mengawal UU Ciptaker ini.
Klaim Penolakan Karena Mispersepsi dan Disinformasi
Wakil Presiden Kiai Ma’ruf Amin (KMA) menilai maraknya protes dan penolakan terhadap Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja di berbagai wilayah Indonesia disebabkan karena muncul mispersepsi informasi dan salah paham dari berbagai kalangan.
Menurutnya, pihak yang menolak pengesahan UU ini disebabkan ketidakmengertian dan kesalahpahaman informasi yang diterima.
“Berdasarkan identifikasi dan analisis pemerintah, hal-hal yang dipersoalkan beberapa kalangan muncul karena mispersepsi, disinformasi, kesalahpahaman atau disalahpahamkan,” pungkasnya, demikian penjelasan Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan secara daring dalam acara Lemhannas RI yang disiarkan melalui kanal YouTube Lemhannas RI, Selasa (13/10).
Sebelumnya Wapres juga sempat memaparkan mengenai hal ini Senin (12/10).
“Substansi yang dipersoalkan oleh berbagai kalangan adalah karena mispersepsi, disinformasi, kesalahpahaman atau disalahpahamkan,” pungkas Wapres Ma’ruf Amin pada acara pembukaan Pra-Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah se-Indonesia tahun 2020 secara daring, Senin (12/10).
Wapres KMA menyatakan aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi bisa disampaikan langsung kepada pemerintah. Nantinya, aspirasi itu akan menjadi bahan penyusunan peraturan pelaksana yang kini tengah dilakukan pemerintah.
“Baik peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden atau aturan pelaksanaan lainnya,” jelasnya.
Sarankan Uji Materi ke MK
Wapres KMA mengatakan apabila masyarakat masih keukeuh melakukan penolakan, maka Ma’ruf meminta penolakan itu disertai jalur konstitusional seperti mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, alih-alih demonstrasi yang menyebabkan kerumunan di tengah pandemi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga mengimbau pihak-pihak yang tak puas pada UU Ciptaker untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini silahkan mengajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi, Sistem tata negara kita memang mengatakan seperti itu, jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK” jelas Jokowi melalui siaran langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).
Menurut Presiden Jokowi sistem ketatanegaraan Republik Indonesia mengatur hal-hal semacam itu.
Berbagai elemen masyarakat menolak omnibus law Ciptaker seperti buruh, mahasiswa, akademisi hingga ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekitar 6 Gubernur, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sumatera Barat serta 15 DPRD Kab/Kota mengirimkan surat kepada Jokowi dalam rangka menyalurkan aspirasi para pengunjuk rasa di wilayahnya.[IZ]