ISLAMTODAY ID — Presiden Jokowi memberikan anugerah Bintang Mahaputera pada enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Pemberian ini dinilai tidak tepat dan dianggap dapat mengganggu independensi para hakim konstitusi.
Tiga hakim diberi anugerah Bintang Mahaputera Adipradana. Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Sedangkan tiga hakim MK lainnya, yakni Wahiduddin Adams, Suhartoyo dan Manahan M.P. Sitompul diberi Bintang Mahaputera Utama.
Gelar kehormatan tersebut diberikan Presiden Jokowi dalam upacara penganugerahan tanda jasa dan tanda kehormatan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Setidaknya, ada 71 orang pejabat negara/mantan pejabat negara Kabinet Kerja 2014-2019 dan ahli waris dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang gugur dalam penanganan covid-19, yang mendapat bintang mahaputera dan bintang jasa.
Mengganggu Independensi
Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas menilai, pemberian bintang mahaputera kepada enam hakim konstitusi tidak tepat. Menurut Feri idealnya penghargaan tersebut diberikan kepada hakim yang sudah tidak menjabat, bukan yang masih aktif.
“Menurut saya tidak ada masalah memberi hakim penghargaan cuma waktu saja tidak tepat. Sebaiknya penghargaan diberikan pada saat pensiun untuk menghindari konflik kepentingan,” kata Feri, Rabu (11/11/2020) dikutip dari Kompascom
Selain itu, pemberian Bintang Mahaputera kepada hakim MK yang masih aktif dikawatirkan dapat mengganggu independensi mereka. Terlebih, kini MK tengah banyak menerima permohonan judicial review terhadap sejumlah Undang-Undang (UU), termasuk UU Cipta Kerja.
“Pemberi dan penerima (bintang mahaputera) harus menjaga konflik kepentingan yang mungkin dibaca orang-orang berbeda,” imbuh Feri. [AS]