ISLAMTODAY ID — Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko dilaporkan bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Yong Kim, di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, (13/11/2020).
Dalam pertemuan itu keduanya membahas situasi keamanan di kawasan Laut Cina Selatan yang kini terus memanas.
Dubes Sung Yong Kim mengatakan Indonesia punya peran penting dalam menjaga stabilitas keamanan di Laut Cina Selatan, dalam keterangan tertulisnya.
Dubes AS ini berharap, Indonesia dan Amerika Serikat bisa lebih meningkatkan kerja sama di kawasan tersebut.
“Kami percaya Indonesia memiliki peran untuk memimpin. Karena kami juga memiliki keprihatinan yang sama atas kegiatan Cina di Laut Cina Selatan,” ujar Kim.
Menanggapi pernyataan Kim, Moeldoko mengatakan pada dasarnya Indonesia berada dalam posisi netral dalam menghadapi situasi di Laut Cina Selatan.
“Tapi Indonesia berkepentingan untuk berkontribusi pada stabilitas Laut China Selatan,” ujar Moeldoko.
Moeldoko mengatakan saat dirinya menjadi Panglima TNI, ia pernah menyampaikan kepada panglima tentara Cina bahwa Indonesia tidak ingin terjadi instabilitas di kawasan Laut China Selatan.
“Kami punya perhatian sangat serius atas langkah Cina di kawasan tersebut,” jelas Moeldoko.
Saat ini, situasi Laut Cina Selatan menajam dengan berbagai ketidakpastian.
Presiden Joko Widodo pada pidato Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-23 ASEAN-RRT menegaskan, Indonesia punya tanggung jawab menjaga perdamaian dan stabilitas di sana.
Pernyataan Jokowi ditegaskan kembali oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat menghadiri pertemuan menteri se-ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting).
Retno berharap, rancangan undang-undang (RUU) soal penjaga pantai atau coast guard yang sedang disusun Republik Rakyat China harus menciptakan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan.
Menlu RI ini menekankan, stabilitas itu terwujud apabila semua negara mematuhi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau UNCLOS tahun 1982.
Sikap Indonesia Soal Konflik CS
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia akan terus melindungi perairan Natuna dari konflik Laut China Selatan (LCS) yang kian memanas dalam beberapa bulan terakhir.
Menlu Retno Marsudi menekankan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya telah mencatatkan posisi tegas untuk menolak berbagai klaim maritim di wilayah perairan tersebut.
“Selama pandemi, Indonesia terus melindungi perairan Natuna dari sarang konflik LCS,” ujar Retno Marsudi dalam “Press Briefing” Kementerian Luar Negeri RI, Kamis (22/10).
“Selain melalui penegakan hukum yang konsisten, Indonesia bersama dengan negara ASEAN lainnya telah mencatatkan posisi yang tegas tentang penolakan atas klaim-klaim maritim yang bertentangan dengan UNCLOS 1982 melalui korespondensi diplomatik ke Komisi PBB tentang batas landas kontinen,” tegasnya.
Menlu Retno mengatakan, dalam isu kedaulatan, diplomasi bekerja untuk mencegah dan memagari tindakan yang dapat merugikan keutuhan wilayah NKRI.
Dalam satu tahun terakhir, Retno menyebutkan bahwa Indonesia telah melakukan perundingan dengan Vietnam, Malaysia, dan Palau sebanyak 13 kali.
“Sudah terdapat kemajuan pada perundingan teritorial dengan Malaysia yang saat ini sudah dalam tahap finalisasi pada tim teknis,” tandas Retno.
Melalui perundingan teritorial tersebut, Menlu Retno menyampaikan bahwa Indonesia berusaha menjalin komunikasi yang berkelanjutan dengan negara-negara Pasifik dengan mengedepankan penghormatan pada keutuhan wilayah, integritas, dan kedaulatan asing.
Perlu diketahui, Laut China Selatan menjadi perairan rawan konflik setelah Beijing mengklaim hampir 90 persen wilayah di perairan itu. Klaim China tersebut tumpang tindih dengan wilayah perairan dan ZEE sejumlah negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam,Malaysia, dan Brunei.
Ketegangan di Laut China Selatan mendekati titik didih setelah Menlu Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Taiwan.
Sementara itu, Indonesia menegaskan tidak memiliki sengketa dengan China di Laut China Selatan. Namun, aktivitas sejumlah kapal ikan dan patroli China di ZEE Indonesia di sekitar Natuna semakin mengkhawatirkan.
Dalam beberapa waktu belakangan, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia itu.[IZ]