(IslamToday ID) – Pengamat politik Refly Harun menyayangkan pencopotan terhadap Kapolda Metro Jaya terkait protokol Covid-19 karena jabatan tersebut dapat menjadi batu loncatan untuk menjadi Kapolri
Meski demikian Refly mengatakan jika ketegasan dalam penegakan protokol Covid-19 memang harus dilakukan. Namun dalam kasus ini ia mempertanyakan siapa yang lebih berwenang.
“Pertanyaan yang utama dalam menegakkan protokol kesehatan Covid-19 ini siapa yang sesungguhnya berwenang apakah yang berwenang tersebut pemerintah pusat atau pemerintah daerah?”, katanya seperti yang dikutip dari Pikiran Rakyat, Selasa (17/11/2020).
Ia pun menjelaskan jika yang berwenang adalah pemerintah pusat maka bicara tentang penggunaan Undang-undang, yaitu UU Nomor 6 Tetang Karantina Kesehatan. Dalam undang-undang disebutkan soal darurat kesehatan masyarakat dan tindakan-tindakan untuk pembatasan yaitu PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan karantina di rumah ataupun rumah sakit serta karantina wilayah.
“Keempat tindakan tersebut sudah tidak diambil lagi saat ini tapi masih masa transisi. Saat ini psbb transisi yang dasarnya adalah peraturan gubernur,” paparnya.
Sehingga menurut Refly Harun, leading sektor penegak hukumnya adalah pemerintah DKI Jakarta bersama dengan aparatnya yakni Satpol PP, “Kalaupun ada polisi di situ sifatnya dalam perbantuan, pembantuan.”
Refly Harun mengatakan polisi menegakkan hukum yang bersifat nasional bukan yang bersifat lokal.
Hukum lokal pun ditegakkan oleh pemerintah daerah masing-masing dan tidak berlaku untuk daerah lain.
Sikap polisi adalah nasional jadi polisi tidak di bawah pemerintah lokal, nah ini konsep tata negara,” ujarnya.
Sehingga peraturan-peraturan daerah itu sesungguhnya bukan tugas dari polisi melainkan tugas dari aparat lain yakni Satpol PP.
“Jadi dalam konsep Habib Rizieq, kalau mengikuti statement Mahfud MD yang pernah saya baca bahwa itu adalah tugas Pemda DKI, maka kenapa dikaitkan dengan aparat keamanan misalnya dengan mencopot Kapolda Metro Jaya,” kata Refly.
Hal itulah yang menjadi masalah dalam pemerintah dan harus dijelaskan. Sehingga jika kaitannyan dengan penegakkan undang-undang maka tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah lokal atau daerah.
Karena penegakan undang-undang itu urusan penegak hukum yang bersifat nasional. Tapi kalau ini merunut pada Peraturan Gubernur, memang lokal yang bertindak.
“Pertanyaan saya adalah yang mau ditegakkan ini aturan nasional undang-undang nomor 6 2018 atau aturan lokal peraturan Gubernur ini penting karena kita harus jelas,” ujar Refly.
“Artinya harus jelas. Siapa yang bertugas? Siapa yang bertanggung jawab Jangan sampai kemudian diserahkan tugas tapi tanggung jawabnya orang lain atau sebaliknya dia bukan yang berwenang tapi diserahkan tugasnya,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin (16/11/2020), mengatakan ada dua orang yang dicopot dari jabatannya, yakni Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat.
“Ada dua Kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan. Maka diberikan sanksi beruba pencopotan, yaitu Kapolda Metro Jaya kemudian yang kedua adalah Kapolda Jawa Barat,” ujarnya.
Pencopotan ini terjadi usai beberapa aksi kerumunan terjadi yang merunut pada acara yang digelar oleh Habib Rizieq dari kepulangan hingga acara pernikahan putrinya. [wip]