(IslamToday ID) – Utang pemerintah Indonesia tahun ini kembali membengkak akibat terdampak pandemi corona. Membengkaknya utang tidak hanya menimpa Indonesia, namun hampir seluruh negara di dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan banyak negara menjadikan APBN sebagai senjata terakhir untuk menangani pandemi corona. Salah satunya dalam rangka memenuhi kebutuhan anggaran untuk penanganan.
“Tahun 2020 ini kita perkirakan APBN defisit 6,34 persen, kenaikan luar biasa besar dalam rangka untuk menolong perekonomian, menangani Covid-19, dan membantu masyarakat,” kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara kunci di acara serap aspirasi implementasi UU Cipta Kerja bidang perpajakan yang digelar secara virtual, Kamis (19/11/2020).
Defisit APBN meningkat drastis ke level 6,34 persen terhadap PDB atau setara Rp 1.039,2 triliun dari yang sebelumnya ditargetkan di level 1,76 persen atau setara Rp 307,2 triliun. Meningkatnya defisit APBN ini juga dilakukan pemerintah guna memenuhi kebutuhan belanja yang meningkat menjadi Rp 2.739,16 triliun.
Defisit juga diartikan sebagai selisih dari penerimaan dan belanja negara, untuk menutupi selisih itu maka pemerintah akan melakukan pembiayaan atau utang. Dengan pelebaran defisit itu, dikatakan Sri Mulyani membuat rasio utang pemerintah meningkat di tahun 2020.
“Dengan seiring penggunaan fiskal untuk countercyclical, maka defisit APBN di banyak negara atau semua negara alami kenaikan. Ini kemudian sebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat,” ungkapnya seperti dikutip dari Detik.
Hingga akhir September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun. Dengan angka tersebut maka rasio utang pemerintah sebesar 36,41 persen terhadap PDB. Adapun, total utang pemerintah itu terdiri dari pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku pelebaran defisit masih terjadi di tahun 2021. Ia mengatakan defisit APBN 2021 berada di level 5,7 persen. “Ini untuk tetap bantu dan jaga pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 dan akselerasi pembangunan seperti infrastruktur dan ketahanan pangan,” jelasnya.
“Namun defisit tahun depan diperkirakan lebih rendah dari tahun ini sebagai suatu langkah awal konsolidasi fiskal, karena kita tidak bisa biarkan APBN terus menerus defisit sangat besar,” tambah Sri Mulyani. [wip]