(IslamToday ID) – Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengisyaratkan bahwa BPJS Kesehatan bakal mengalami kenaikan. Ia berdalih penyesuaian iuran sebagai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 atas kelas standar dan kebutuhan dasar kesehatan (KDK).
“Adanya amanat dalam Perpres 64/2020 tentang peninjauan ulang iuran Jaminan Kesehatan Nasional, rawat inap kelas standar, konsekuensinya pada perubahan besaran iuran,” katanya saat rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (24/11/2020).
Terawan mengatakan tentunya dengan pertimbangan Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, termasuk juga kementerian yang dipimpinnya, Kementerian Kesehatan.
Sebagai gambaran, pertama, penetapan iuran akan menggunakan metode aktuaria. Kedua, pertimbangan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan, rawat inap kelas standar, kemampuan membayar dari peserta, inflasi kesehatan, termasuk perbaikan tata kelola program JKN.
Adapun, pemanfaatan program JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan yang dijamin berdasarkan pola epidemiologi atau penyakit umum di Indonesia.
“Dasar penentuan manfaat berbasis kebutuhan dasar kesehatan yang tidak dijamin JKN kemudian akan disesuaikan dengan pasal 52 Perpres 82 Tahun 2018,” ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Pun demikian, Terawan menegaskan saat ini proses penyesuaian iuran JKN masih dalam tahap awal.
“Masih disiapkan permodelan perhitungan iuran dengan data utilisasi dengan data cost (biaya) dari BPJS Kesehatan dan mempertimbangkan proyeksi dan asumsi berbagai kebijakan,” tandasnya.
Sementara itu, BPJS Watch buka suara soal isyarat kenaikan BPJS Kesehatan yang diutarakan oleh Menkes Terawan pada tahun depan.
Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar mengatakan seharusnya yang terjadi bukan kenaikan, tapi penurunan iuran. Sebab, kelas standar akan menurunkan layanan kelas BPJS Kesehatan yang lebih mahal, seperti kelas III.
“Justru harusnya iuran turun. Karena pasti akan lebih banyak di ruangnya, tempat tidur pasiennya. Dibandingkan kelas III misalnya. Kan ada wacana yang kelas standar enam orang, kelas III tadinya empat orang, otomatis pembiayaan untuk pasien akan lebih murah,” ucapnya.
Di luar perkara iuran, menurut Indra, yang paling penting dilakukan Kementerian Kesehatan saat ini adalah memikirkan ulang bagaimana cara merekonstruksi rumah sakit swasta jika kelas standar BPJS Kesehatan diterapkan.
Lagi pula masalah kenaikan tarif seharusnya bukan domain Kementerian Kesehatan. Jika memang diperlukan penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan, hal tersebut harusnya dibahas oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
“Soal iuran itu bukan domainnya Menkes. RS aja yang urusin. Harus diputuskan bersama bagaimana rekonstruksinya, karena itu mencakup persoalan mengubah skema rumah sakit,” jelasnya.
Indra juga yakin persoalan tarif belum akan diputuskan pada tahun depan. Pasalnya, kondisi perekonomian masih penuh ketidakpastian. Kalau dipaksakan, kenaikan iuran justru akan menambah beban masyarakat.
“Bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) mungkin enggak masalah. Tapi kalau non-PBI Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) jangan sampai timbul persoalan. kami juga belum dapatkan masukan konkret dari DJSN. Biasanya kami kan diajak diskusi terkait hal ini,” tuturnya. [wip]