(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan salah satu masukan Komisi III terhadap Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme akan berpotensi tumpang tindih kewenangan antar-aparat penegak hukum.
Menurut Arsul, masukan tersebut disampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, dan pimpinan Komisi I di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
“Pendapat kami adalah terkait dengan potensi overlapping atau tumpang tindih kewenangan antara TNI dengan Polri dan juga BNPT,” katanya seperti dikutip dari Kompas, Jumat (27/11/2020).
Arsul mengatakan, Komisi III juga menyarankan agar Perpres tersebut disesuaikan dengan UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya terkait BNPT selaku leading sector di bidang pencegahan.
“Sehingga semua kementerian dan lembaga yang akan melakukan tupoksi pencegahan seyogianya di bawah koordinasi BNPT, bukan mengedepankan inisiatifnya sendiri,” ujarnya.
Selain itu, kata Arsul, pihaknya telah menyampaikan bahwa TNI tidak bisa mendapatkan anggaran dari APBD atau sumber lain, karena akan bertentangan dengan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Lebih lanjut, Arsul mengatakan masukan terkait DPR harus membentuk badan pengawas adalah amanat yang tercantum dalam UU TNI. “Tim pengawas pemberantasan terorisme yang akan mengawasi semua lembaga dalam rumpun eksekutif yang melakukan tupoksi penanggulangan terorisme,” pungkasnya.
Sementara, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, salah satu masukannya adalah perlu dibentuk badan pengawas yang berada di bawah pengawasan DPR RI.
Ia mengatakan, usulan tersebut sebagai bentuk pengawasan dan menjalankan amanat UU No 15 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Komisi I DPR telah memberikan pandangan-pandangan yang menarik, ada tiga hal yang disampaikan, salah satunya dibentuk badan pengawas yang institusinya di bawah naungan DPR untuk melakukan proses pengawasan UU No 15 Tahun 2018,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Sementara itu, Yasonna mengatakan, amanat UU No 15 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme diatur lebih lanjut dalam Perpres. Namun, kata Yasonna, sebelum Perpres tersebut dibuat, pemerintah perlu meminta pertimbangan dari DPR RI.
“Ini satu-satunya Perpres yang perlu mendapatkan pertimbangan DPR karena pentingnya substansi di dalamnya. Kami sudah memasukkan draf Perpres ke DPR beberapa bulan lalu dan kami secara resmi telah berkonsultasi dengan pimpinan DPR untuk meminta pendapat dan kemudian dihadiri pimpinan Komisi I dan Komisi III DPR,” kata Yasonna.
Ia mengatakan setelah pemerintah mendapatkan masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR, maka pemerintah akan membahasnya secara internal. Tak hanya itu, ia akan menyampaikan kepada Presiden Jokowi dan mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD terkait masukan yang sudah diberikan DPR.
“Kami akan sampaikan kepada Menkopolhukam dan beliau akan mengadakan rapat untuk membahas masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR,” ujarnya. [wip]