(IslamToday ID) – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyatakan Omnibus Law UU Cipta Kerja sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Kesalahan dalam Omnibus Law yang tersorot publik dinilai hanya masalah teknis.
“Saya bisa katakan Omnibus Law UU Cipta Kerja Pancasila banget,” kata Sekretaris Utama BPIP, Karjono seperti dikutip dari Antara, Senin (30/11/2020).
Ia menjelaskan bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa membuat perizinan investasi jadi lebih mudah lantaran ada sejumlah peraturan yang dipangkas.
UU Ciptaker, lanjutnya, juga memudahkan proses pendirian perseroan terbatas (PT) yang mana tidak membutuhkan biaya. Tidak seperti sebelumnya yang membutuhkan uang puluhan juta rupiah. “Ini gebrakan luar biasa,” ujar Karjono.
Menurutnya, dua hal itu sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal lain yang ia uraikan yakni soal pemberian pesangon bagi pekerja. Jika sebelumnya diatur pesangon paling sedikit tiga kali gaji, maka dalam UU Cipta Kerja ditetapkan pesangon paling tinggi 25 kali upah.
“Lalu muncul pertanyaan, kalau begitu nol rupiah atau tidak dibayar boleh dong? Ingat, di Omnibus Law kalau tidak dibayar atau nol rupiah bisa dipenjara empat tahun. Lalu bagaimana mengatur minimum pesangonnya, itu implementasinya pada peraturan pemerintah,” katanya.
Karjono mengamini ada sejumlah kesalahan dalam proses pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Akan tetapi, menurutnya, kesalahan yang ada hanya urusan teknis, tidak substansial. “Jadi Omnibus Law ini sudah Pancasila banget. Kalau terjadi perdebatan-perdebatan, umumnya sifatnya teknis,” katanya.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Sukamta menyebut Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa menjadi bumerang bagi ekonomi Indonesia. Menurutnya, pasal-pasal kontroversi dalam UU yang banyak disorot publik ini akan membuka peluang eksploitasi besar-besaran perusahaan asing ke Indonesia.
“Alih-alih mendapatkan investor dan kemudian akan membuka banyak lapangan kerja, UU ini bisa hadirkan malapetakan ekonomi bagi Indonesia dalam jangka panjang,” kata Sukamta, Rabu (7/10/2020).
Ia mengatakan UU Cipta Kerja seperti mengulang kebijakan ekonomi pada awal Orde Baru yang memberi karpet merah kepada berbagai perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Sesaat Indonesia langsung menikmati devisa, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan banyak lapangan kerja. Tetapi dalam jangka panjang semua pertambangan dikuasai dan dieksploitasi asing, berbagai industri besar menjadi milik asing.
“Rakyat Indonesia hanya kebagian menjadi buruh dan kuli di negeri sendiri. Saat ini, kemungkinan bisa lebih buruk dengan UU Cipta Kerja ini, karena buruh kita menjadi berpeluang lebih dieksploitasi,” jelasnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga memandang situasi geopolitik ekonomi terutama adu pengaruh dalam perang dagang antara China dan Amerika Serikat akan semakin menyulitkan Indonesia jika tidak melakukan pembenahan sistemik terhadap kelemahan fundamental ekonomi yang ada.
“Nilai impor setiap tahun lebih besar dari ekspor, ini kan jelas tanda fundamental ekonomi Indonesia lemah. Keberadaan Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa jadi malah membuat pengusaha lokal, petani, dan nelayan semakin terjepit hadapi serbuan pengusaha asing dan produk-produk impor. Mestinya pemerintah perkuat dulu ekonomi Indonesia dari hulu ke hilir dengan berbagai kebijakan yang memudahkan pengusaha lokal,” kata Sukamta seperti dikutip dari Politiea.
Lebih lanjut Sukamta memperkirakan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja kebanyakan investor yang masuk berasal dari China.
“China punya ambisi besar kembangkan ekonomi, mereka punya proyek Belt and Road Initiative (BRI) untuk ekspansi ekonomi. Apalagi adanya pandemi Covid-19 berdampak meningkatnya pengangguran di China akibat PHK, versi pemerintah China mencapai 27 juta orang, versi lain sebut 80 juta orang, ditambah 8,7 juta lulusan baru universitas di China,” katanya.
“Maka dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang beri kelonggaran aturan TKA, pasti akan dilirik. Peluang di Indonesia menarik karena investor bisa membawa ribuan TKA. Jika kondisi ini terjadi, pengangguran di Indonesia yang diperkirakan BPS pada tahun 2021 mencapai 10,7-12,7 juta dan pekerja yang di-PHK selama pandemi mencapai 9,8 juta orang, akan tetap kesulitan mendapat lapangan kerja,” tambahnya. [wip]