(IslamToday ID) – Association Criminal Law Expert (Asosiasi Ahli Hukum Pidana) menyatakan tindakan pembuntutan yang dilakukan polisi terhadap rombongan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang berujung pada tewasnya enam laskar FPI adalah bentuk tekanan psikis.
Sehingga sangatlah wajar jika dilakukan upaya penyelamatan terhadap Habib Rizieq dan keluarga oleh para laskar pengawalnya. Di sini berlaku “keterpaksaan”, sehingga para pengawal tidak dapat berbuat lain selain melakukan upaya penyelamatan terhadap Habib Rizieq sekeluarga dari berbagai kemungkinan.
“Tindakan pembuntutan dan penembakan yang mematikan tidak bisa dilepaskan dari proses penyidikan terhadap Habib Rizieq. Penembakan itu patut diduga termasuk kejahatan HAM berat yang tergolong extra ordinary crime, selain juga termasuk tindak pidana terorisme,” kata Presiden Association Criminal Law Expert, Muhammad Taufiq seperti dalam rilisnya, Kamis (10/12/2020).
Ia menyebut pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran akan melakukan penyelidikan terkait akan adanya pengerahan kelompok massa untuk mengawal pemeriksaan Habib Rizieq patut dipertanyakan.
“Ini kan belum terjadi, dan oleh karenanya tidak pada tempatnya disebut sebagai penyelidikan. Sehingga pembuntutan dan penembakan enam laskar FPI adalah tindakan yang tidak berdasar hukum, dan tidak ada alasan untuk penghapus pertanggungjawaban pidana,” jelas Taufiq.
Berikut kesimpulan pendapat hukum dari Association Criminal Law Expert:
- Harus dibentuk Tim Investigasi Independen dengan segera, tanpa melibatkan kekuasaan dan tanpa ada intervensi dari pihak manapun guna mengusut tuntas kasus pembuntutan dan penembakan tersebut. Untuk kemudian digelar proses peradilan HAM menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Tim Investigasi Independen harus meminta penjelasan secara utuh terhadap pernyataan Kapolda Metro Jaya yang menyebutkan pada intinya bahwa tindakan pembuntutan yang berujung penembakan itu sebagai bagian dari kegiatan penyelidikan. Hal ini penting dilakukan guna memastikan apakah pernyataan a quo tergolong perbuatan “menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong” dan/atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
- Ditemukan adanya tanda-tanda bekas penyiksaan pada sebagian besar tubuh korban sebagaimana disampaikan dalam keterangan pers DPP FPI. Hal ini menjadi petunjuk telah terjadi kejahatan HAM berat dan tindak pidana terorisme. Kondisi demikian menjadi salah satu dalil bahwa yang terjadi adalah bukan tembak-menembak sebagaimana disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya.
- Tindakan pembuntutan dan penembakan sangat terkait dengan proses hukum protokol kesehatan (PSBB) terhadap Habib Rizieq Shihab dkk. Oleh karena itu, proses penyidikan a quo harus ditangguhkan. Dimaksudkan agar proses investigasi yang dilakukan dan peradilan HAM berjalan tanpa ada konflik kepentingan dan terjaminnya independensi dari berbagai intervensi.
- Habib Rizieq Shihab beserta keluarga dan semua orang yang mendampinginya adalah sebagai korban dan sekaligus sebagai saksi. Dengan demikian harus diterapkan penjaminan atas perlindungan saksi dan korban sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
- Perlu disampaikan bahwa tindakan pembuntutan yang berujung penembakan, patut diduga sebagai upaya percobaan pembunuhan secara berencana terhadap Habib Rizieq Shihab. Jika kita simulasikan seandainya dalam tindakan a quo benar-benar terjadi penembakan terhadap diri Habib Rizieq Shihab, sementara saat itu tidak diketahui bahwa mereka adalah aparat kepolisian, maka apakah pihak Polda Metro Jaya akan melakukan siaran pers yang menyebutkan bahwa giat tersebut adalah dalam rangka penyelidikan? Ini penting untuk ditelusuri lebih lanjut dalam proses investigasi, khususnya terkait dengan motif dan kemungkinan keterlibatan pihak ketiga (aktor intelektual). [wip]