(IslamToday ID) – Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menilai kebijakan rapid test antigen di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) sebagai bentuk inkonsistensi kebijakan sekaligus ketidaksiapan pemerintah dalam pencegahan Covid-19.
“Kerumunan dapat menimbulkan potensi penularan Covid-19. Dan selama ini narasi pemerintah kan tidak boleh kerumunan, bahkan ada yang dikriminalkan, hingga didenda Rp 50 juta. Nah, ini kerumunan dibuat oleh kebijakan pemerintah, jadi tidak konsisten,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (23/12/2020).
Diberitakan sebelumnya, kasus kerumunan yang dikriminalisasi ialah acara yang dihadiri oleh pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) di Petamburan, Jakarta, dan Megamendung, Bogor.
Sejumlah pihak jadi tersangka, termasuk HRS. Sebelumnya, pihak panitia acara di Petamburan juga menyetor denda pelanggaran protokol kesehatan Rp 50 juta ke Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Pandu, sudah seharusnya pemerintah mengantisipasi antrean mengular itu dengan menambah jumlah personel dan titik pemeriksaan. Sebab, antrean itu mestinya sudah bisa diprediksi lantaran ada data jumlah penumpang.
“Itu menimbulkan kerumunan karena tidak diantisipasi bahwa banyak penumpang tetap akan bepergian. Titik pelayanan test rapid antigen juga harus disediakan,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo meminta pemerintah segera mengevaluasi antrean yang mengular yang dapat menyebabkan penularan Covid-19 itu.
Bentuknya, penyediaan sumber daya manuasia (SDM) yang memadai dan menambah pos pemeriksaan.
“Jadi untuk mencegah penularan dari kerumunan, pos-pos testing itu harus diperbanyak. Hanya saja kesulitannya adalah apakah ada SDM yang terlatih. APD juga harus dua lapis, bukan cukup masker, face shield seperti rapid test antibodi,” kata Windhu.
“Kalau memang tidak mungkin memperbanyak pos-pos testing dengan cepat, ya tentu berarti jarak harus diperhatikan, tetap tidak boleh berkerumun,” tambahnya.
Kendati demikian, Pandu dan Windhu mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai membiasakan menggunakan rapid test antigen sebagai upaya seleksi kasus Covid-19. Ia berharap ke depannya rapid test antibodi tak lagi dipakai sebagai media deteksi virus corona.
“Tes rapid antigen lebih cepat dan murah. Sehingga ke depannya, rapid test antibodi tidak dipakai lagi, itu hanya untuk survei. Kalau tujuan testing dan screening harus pakai swab PCR atau antigen,” kata Pandu.
Sebelumnya, antrean panjang calon penumpang pesawat yang ingin melakukan rapid test antigen terjadi di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta pada hari Selasa (22/12/2020) pagi. [wip]