(IslamToday ID) – Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Anggia Prasetyoputri menyatakan Virus Sars Cov-2 yang menjadi penyebab pandemi Covid-19 di dunia terus mengalami mutasi dan beradaptasi. Hal ini menyebabkan munculnya virus varian baru dan telah menyebar secara masif dan lebih cepat menular.
“Beberapa varian tersebut di antaranya adalah varian yang pertama kali terdeteksi di Inggris sekitar bulan September. Di Afrika Selatan juga muncul varian lain yang terdeteksi sejak awal Oktober dan ternyata memiliki beberapa kesamaan mutasi dengan varian di Inggris,” kata Anggia dalam siaran resminya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (14/1/2021).
Varian baru yang pertama kali terdeteksi di Inggris ini awalnya hanya menyebar di negara tersebut, namun kini dilaporkan telah menyebar ke banyak negara terutama Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Bahkan varian yang ada di Afrika Selatan juga sudah banyak menyebar ke banyak tempat di sana.
Anggia menjelaskan, varian yang ditemukan di Inggris dinamakan VUI 202012/01 (Variant Under Investigation, year 2020, month 12, variant 01), digolongkann dalam cluster B.1.1.7 lineage, sedangkan yang ditemukan di Afrika Selatan dinamakan 501Y.V2 dan digolongkan dalam B.1.351 lineage.
Hingga saat ini belum ada bukti ilmiah varian baru ini membuat penyakit lebih parah atau meningkatkan risiko kematian. Namun, varian baru ini memang menjadi lebih cepat menyebar dan menular.
Cara penyebarannya pun masih sama yakni melalui respiratory droplet dan aerosol. Penyebaran yang begitu cepat ke berbagai belahan dunia, menurutnya, karena tingginya mobilitas masyarakat dan tidak ada pembatasan perjalanan.
Sementara itu, peneliti di Pusat Penelitian Biologi LIPI Sugiyono Saputra mengatakan varian-varian baru muncul sebagai bagian dari siklus hidup yang terus berubah melalui mutasi. Varian SARS-CoV-2 yang berasal dari Inggris ini dinilai 70 persen lebih mudah menular dibandingkan varian yang pernah muncul sebelumnya.
“Perbedaan varian baru SARS-CoV-2 dengan varian sebelumnya adalah pada banyak tidaknya mutasi pada nukleotida (materi genetik) yang terjadi, sehingga membentuk klaster atau lineage tersendiri,” katanya.
WHO sendiri saat ini dalam sikap waspada terhadap kemunculan varian baru, dan secara rutin menilai apakah varian tersebut mengakibatkan perubahan dalam penularan, gejala klinis, keparahan, hingga dampak pada tindakan pencegahan melalui vaksin.
Sugiyono menegaskan upaya pemerintah untuk melakukan genome sequencing sangat tepat untuk memantau perubahan atau mutasi dari SARS Cov-2 yang bersikulasi di Indonesia. “Kita harus waspada, tapi tidak perlu panik berlebihan,” pesan Sugiyono.
“Apapun varian tersebut, pencegahan tetap yang utama dan kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar untuk meminimalkan risiko penularan,” tambahnya. [wip]