(IslamToday ID) – Tingkat keterisian rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 di Jakarta sudah mencapai 87 persen. Sehingga, saat ini kapasitas rumah sakit rujukan di wilayah Ibukota tersisa 13 persen.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat dari jumlah 87 persen pasien Covid-19 yang ditangani, sebanyak 24 persen merupakan warga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).
“24 Persen kapasitas RS di Jakarta terisi oleh pasien dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi,” demikian mengutip akun resmi Pemprov DKI Jakarta, @dkijakarta di Instagram, Selasa (19/1/2021).
Berdasarkan data per Ahad (17/1/2021), jumlah tempat tidur dan ICU RS rujukan di Jakarta sebanyak 8.890 unit. Dari jumlah tersebut, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) mencapai 87 persen atau sekitar 7.734 ranjang telah terisi.
“Kapasitas tersisa 13 persen (sekitar 1.155) lagi untuk menampung pasien Covid-19, baik yang berasal dari Jakarta maupun luar Jakarta.”
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya bakal berkoordinasi dengan pemerintah daerah penyangga untuk meningkatkan kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19.
Sementara itu, kelompok LaporCovid-19 bersama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) memperingatkan bahwa lonjakan kasus Covid-19 beberapa hari terakhir memperburuk kondisi rumah sakit di Jawa karena tak mampu menampung pasien.
Berdasarkan pemantauan LaporCovid-19 pada akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021, terdapat 23 laporan kasus pasien ditolak rumah sakit karena penuh, pasien meninggal di perjalanan, serta meninggal ditolak rumah sakit.
“Salah seorang keluarga pasien di Depok, melaporkan pada 3 Januari 2021. Anggota keluarganya meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19. Laporan datang dari wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” kata Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana dalam laporan tertulis, Jumat (15/1/2021).
LaporCovid-19 juga menemukan bahwa di lapangan, sistem rujuk antar-fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik. Selain itu, masih banyak warga yang memerlukan penanganan Covid-19 tidak mengetahui alur rujukan ke rumah sakit.
“Kondisi ini diperparah dengan permasalahan sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan terhadap tenaga kesehatan, dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan secara real time,” kata Irma.
Di samping itu, tenaga kesehatan terus berguguran. LaporCovid-19 mencatat sebanyak 620 tenaga kesehatan meninggal karena terpapar Covid-19 hingga Jumat (15/1/2021).
“Jika tidak segera diatasi, semakin banyak warga meninggal hanya karena otoritas abai dalam memberikan hak atas layanan dan perawatan kesehatan,” tutur Irma.
Saat ini pemerintah menggencarkan kampanye vaksin Covid-19. Namun pemerintah dinilai abai dengan penegakan 3T (testing, tracing, treatment) dan tidak memiliki komitmen penuh untuk melakukan karantina wilayah atau pembatasan sosial secara ketat. “Sebaliknya, situasi penularan yang meningkat ini justru seolah menjadi beban masyarakat saja yang harus melakukan 3M,” katanya. [wip]