(IslamToday ID) – Kompolnas menyarankan agar Komjen Listyo Sigit Prabowo menjalin kerja sama dengan dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni NU dan Muhammadiyah jika ingin mewajibkan personel Polri mempelajari Kitab Kuning.
Anggota Kompolnas Mohammad Dawam yakin NU dan Muhammadiyah bisa membantu para personel kepolisian memahami Islam dengan komprehensif.
“Saya rasa bisa dicoba, bisa melakukan kerja sama dengan ormas-ormas Islam, PBNU, Muhammadiyah dan lembaga-lembaga lainnya yang konsen membangun Islam Rahmatan Lil ‘Alamin,” kata Dawam seperti dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (23/1/2021).
Ia sendiri setuju dengan rencana Listyo yang ingin mewajibkan personel Polri mempelajari Kitab Kuning guna mencegah radikalisme dan terorisme. Ia juga yakin Listyo akan didukung pihak lain demi merealisasikan rencananya itu.
“Bagus untuk dijalankan, saya yakin ormas Islam dan kalangan agama moderat juga mendukung,” ujarnya.
Dawam yang juga seorang santri mengakui bahwa Kitab Kuning dapat meluruskan pemahaman-pemahaman yang terlalu ekstrem dan melenceng dari ideologi Pancasila.
Oleh sebab itu, katanya, sangat memungkinkan apabila Kitab Kuning dijadikan modul ataupun diktat (catatan tertulis pembelajaran) bagi anggota kepolisian. “Jadi positif untuk pembekalan personal untuk memberikan spirit kenegaraan,” tambahnya.
Terpisah, pengamat intelijen dan terorisme Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta menuturkan bahwa pembelajaran terhadap buku kuning tersebut memang dapat mencegah penyebaran pemahaman radikal di tengah masyarakat.
“Kaitan Kitab Kuning dan pencegahan radikalisme sangat menarik untuk dikaji, tapi selama ini sudah dibuktikan oleh NU yang selama ini tekun mempelajari Kitab Kuning, NU lebih moderat dan menghargai perbedaan,” ucapnya.
Meski demikian, katanya, bukan berarti hal tersebut akan langsung berhasil jika diterapkan di internal kepolisian.
Menurut Stanislaus, wacana Listyo tersebut perlu dikaji lebih dalam. Listyo pun tidak bisa hanya berkaca dari keberhasilannya di Banten.
“Untuk melaksanakan di tingkat nasional tentu diperlukan strategi yang lebih detail. Program tersebut harus mempertimbangkan basis dan karakteristik masyarakat,” pungkasnya. [wip]