(IslamToday ID) – Petani kentang di Blok Walik Kampung Gambung, Desa Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengeluhkan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pertanian.
Seorang petani kentang, Rustandi (54) mengatakan, yang menjadi kendala saat ini yaitu mahalnya harga pupuk dan obat-obatan yang tidak sebanding dengan hasil panen yang sedang menurun.
“Saya berharap kepada pemerintah untuk penurunan harga pupuk dan fungisida karena terlalu tinggi untuk kategori hama, untuk obat-obatannya terlalu tinggi, makanya saya mohon bantuannya dari pemerintah penurunan dari segi harga pupuk dan obat-obatan karena akan berpengaruh pada kenaikan harga jual. Terlebih, saya tidak punya Kartu Tani sehingga kesulitan untuk membeli pupuk,” kata Rustandi di kebunnya seperti dikutip dari Jambi Ekspres, Selasa (26/1/2021).
Ia mengaku sudah 10 tahun ini menggarap lahan seluas 5 hektare bekerja sama dengan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung dengan metode simbiosis mutualisme, saling menguntungkan antara petani dan perusahaan.
“Sistem tanam, awalnya kami gunakan sistem replanting dimana tanamannya bervariasi di antaranya yang sekarang sedang saya tanam adalah kentang,” katanya.
Ia mempekerjakan sekitar 25 orang tenaga kerja di lahan perkebunan kentang tersebut dengan sistem upah harian. “Kalau dibantu tenaga dari luar jadi totalnya bisa sampai 30 orang tenaga kerja,” ucapnya.
Dari lahan yang digarapnya, Rustandi menyatakan bisa menghasilkan kentang industri kisaran 25-30 ton per hektare, sedangkan kentang untuk pembibitan kisaran 10-12 ton per hektare dengan harga kentang sekitar Rp 8.000 per kilogramnya.
“Tapi kalau sekarang sedang turun harganya, cuma Rp 7.000 sampai Rp 7.500 per kilogramnya,” ujarnya.
Untuk menjaga stabilitas harga, Rustandi mengaku sejak lama sudah mengajukan ke pemerintah agar turun langsung ke lapangan untuk mengatur pola tanam.
“Sektor ini harus nanam ini, sektor itu harus nanam apa, ya mungkin kayak ada pembatasan gitu. Yang penting bisa menjaga stabilitas ekonomi dari segi harga mungkin harus menjaga dari segi penanaman itu sendiri,” paparnya.
Dikatakan Rustandi, saat ini memang dari sisi produksi (perolehan panen) agak berkurang dikarenakan cuaca sedang ekstrem. Disamping itu harga agak menurun karena banyak pasokan dari luar.
“Jadi kita (petani) harus pintar dalam perhitungan dan membuat strategi. Ketika orang lain tanam, kita nggak tanam, begitu juga sebaliknya, jadi ketika barang langka dan permintaan tinggi, di situ nanti akan ada harga yang bagus,” katanya.
Ia menjelaskan cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini cukup berpengaruh karena curah hujan sangat tinggi, sehingga riskan terhadap penyakit. Salah satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkannya yaitu harus melakukan daur ulang pengobatan yang tadinya 5-6 hari diperpendek menjadi 3-4 hari. “Ini kan berarti penggunaan fungisida dan insektisida itu jadi dobel,” pungkas Rustandi. [wip]