(IslamToday ID) – Aturan pembebasan royalti bagi perusahaan tambang batubara yang melakukan hilirisasi resmi berlaku. Hal ini seiring dengan terbitnya turunan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 25 Tahun 2021 tentang Penyelanggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dalam salinan aturan yang diterima, Senin (22/2/2021), pembebasan royalti itu tercantum dalam Bab II Pasal 3. Di dalamnya tertulis, pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi, dan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak yang melakukan kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat diberikan royalti 0 persen.
Pengenaan royalti sebesar 0 persen akan mempertimbangkan kemandirian energi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Pembebasan royaltinya berdasarkan volume batubara yang digunakan dalam rangka kegiatan peningkatan nilai tambah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan peningkatan nilai tambah, besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaannya akan diatur dalam peraturan menteri. Besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan royalti sebesar 0 persen harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Sementara, pemberian royalti 0 persen untuk perusahaan batubara yang melakukan hilirisasi sebelumnya mendapat sorotan dari DPR. Anggota Komisi VII Ratna Juwita berpendapat kebijakan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja tersebut perlu pemerintah pertimbangkan kembali.
Selama ini penerimaan negara bukan pajak (PNBP) termasuk royalti cukup besar. Pada 2018, nilai PNBP dari sektor mineral dan batubara (minerba) tercatat mencapai Rp 80 triliun
Apabila royalti menjadi 0 persen, pemerintah perlu mencari pengganti penerimaan negara tersebut. “Apakah sudah ada skema perhitungan antara kenaikan hilirisasi dengan sumbangan royalti batubara?” katanya dalam rapat kerja bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu seperti dikutip dari Kata Data.
Sependapat dengan itu, anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika mengatakan royalti selama ini penting bagi negara. Dalam UUD 1945 pun menyebutkan semua yang terkandung dalam bumi Indonesia harus diberikan negara, sebelum pajak dan lainnya.
Ia meminta pemerintah mengkaji ulang pemberian royalti itu. “Kalau dihapus berarti kita tidak mengakui lagi sumber daya alam yang ada di tanah ini milik negara,” ucapnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut royalti 0 persen hanya diberikan kepada perusahaan yang membangun smelter atau pabrik pengolahan. Dalam UU No 3 Tahun 2020 alias UU Minerba, kebijakan ini hanya untuk nilai tambah. “PNBP-nya tetap,” katanya.
Untuk royalti 0 persen berdasarkan tonase batubara dalam negeri, besarannya akan diatur dalam Peraturan Menteri ESDM dengan persetujuan Menteri Keuangan. Pemberian insentif itu juga ditujukan perusahaan yang mengerjakan proyek gasifikasi batubara.
Pemerintah memang sedang menggenjot proyek gasifikasi itu. Batubara berkalori rendah nantinya akan diubah menjadi dimethyl ether atau DME, pengganti elpiji. “Proyek DME ini besar dan dapat menyerap investasi hampir 2 miliar dolar AS,” kata Arifin. [wip]