(IslamToday ID) – Dewan Pengawas (Dewas) didesak untuk turun tangan menyelidiki potensi pelanggaran kode etik pimpinan KPK dalam pengusutan korupsi bansos Covid-19.
Desakan itu muncul setelah nama anggota DPR dari Fraksi PDIP, Ihsan Yunus lenyap dari dakwaan kedua terdakwa korupsi bansos, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatadja.
Sejumlah pegiat antikorupsi menduga KPK tidak independen dalam membongkar skandar korupsi bansos Covid-19.
“Dewas mesti memanggil pimpinan KPK untuk meminta klarifikasi dan tanggung jawab atas hilangnya nama Ihsan Yunus dalam perkara ini,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari RMOL, Sabtu (27/2/2021).
Menurut Kurnia, keterlibatan Ihsan sudah gamblang diungkap penyidik KPK ketika merekonstruksi perkara tersebut. Misalnya, Ihsan diduga menerima fee bansos Covid-19 dari vendor lewat Agustri Yogasmara, kolega Ihsan. Dalam rekonstruksi, nama Agustri Yogasmara diberi label sebagai operator Ihsan.
Sementara, Ketua YLBHI Asfinawati menduga ada upaya merintangi penyidik KPK untuk membongkar keterlibatan orang-orang besar dalam korupsi bansos Covid-19.
“Ini bukan kasus pertama. Sebelumnya, dalam kasus Harun Masiku, diduga ada upaya untuk menghalang-halangi melalui surat izin pimpinan dan Dewas KPK,” katanya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat pimpinan KPK harus bertanggung jawab menjelaskan kepada publik ihwal alasan lenyapnya nama Ihsan Yunus dari dakwaan. KPK juga mesti membeberkan bukti-bukti bahwa Ihsan benar-benar tidak terlibat. Hal ini dilakukan untuk membantah penyidikan KPK yang sebelumnya mengungkap peran Ihsan.
Dikonfirmasi, KPK menjelaskan alasan nama Ihsan Yunus tak masuk dalam dakwaan dua terdakwa korupsi bansos Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatadja. Salah satunya karena penyidikan terhadap keduanya belum mengarah pada pengembangan perkara.
“Surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK tentu disusun berdasarkan fakta-fakta rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan pemeriksaan saksi pada proses penyidikan,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri seperti dikutip dari Media Indonesia.
Menurutnya, berkas perkara terdakwa Harry Sidabukke dan Ardian Iskandar belum mengungkap peran Ihsan Yunus. Bahkan saat itu belum dilakukan pemeriksaan terhadap Ihsan Yunus oleh tim penyidik KPK.
“Pemeriksaan saksi saat itu tentu diprioritaskan dan fokus pada kebutuhan penyidikan dalam pembuktian unsur pasal sangkaan para tersangka pemberi suap yang telah ditetapkan dari hasil tangkap tangan,” paparnya.
Keterbatasan waktu, lanjutnya, yang dibutuhkan sesuai ketentuan UU dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap yang hanya 60 hari. Tentunya itu menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka kasus ini.
“Kami mengajak masyarakat dan tentu rekan-rekan ICW untuk mengikuti, mencermati, dan mengawasi setiap proses persidangan yang terbuka untuk umum, sehingga dapat memahami kontruksi perkara ini secara utuh dan lengkap,” jelasnya.
Ia menegaskan, KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum. Bukan atas dasar asumsi dan persepsi, terlebih desakan pihak lain. Ia memastikan sejauh ditemukan fakta hukum keterlibatan pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkannya sebagai tersangka. “Itu baik dalam pengembangan pasal-pasal suap menyuap maupun pasal lainnya,” tutupnya. [wip]