ISLAMTODAY ID — Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua berlaku 20 tahun yang lalu. Melalui UU ini, pemerintah mengucurkan dana otonomi khusus atau dana otsus untuk mempercepat peningkatan derajat kesejahteraan dan pembangunan ekonomi masyarakat di Papua dan Papua Barat.
Sejak 2002, Pemerintah telah mengucurkan dana otsus untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp 126,99 triliun dan total dana yang disalurkan meningkat dari waktu ke waktu.
Pada tahun 2021, Pemerintah berniat akan memperpanjang dana otsus Papua tersebut. Melalui menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah mengusulkan perpanjangan anggaran dana otonomi khusus (otsus) untuk Provinsi Papua dan Papua Barat hingga 20 tahun mendatang. Perpanjangan dana otsus ini dirancang dalam revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Namun ternyata, perpanjangan dana otsus papua ini menuai polemik, lantaran dana Otsus picu permasalahan, mulai dari tak menyentuh rakyat papua hingga dikorupsi. Penolakan dana juga disampaikan sejumlah pihak. Pada 24 Februari 2021, mahasiswa papua melakukan demo di depan gedung Kemendagri, dalam unjuk rasa itu, mereka menyatakan menolak rencana pemerintah memberlakukan Otonomi Khusus atau Otsus Papua Jilid 2.
Penolakan juga dilakukan oleh sejumlah Organisasi resmi di Papua. Pasalnya dalam kebijakan melanjutkan Otsus papua tidak melibatkan organisasi tersebut. Dimana hal itu dituang pada UU Otsus Papua.
Dinilai Tak Libatkan Masyarakat Papua
Seperti dilansir Tirto ID Pada 19 Februari 2021, Timotius Murib, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), sebuah organisasi resmi menyebutkan apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan DPR adalah pekerjaan sepihak yang jelas tidak dapat didukung lantaran tak melibatkan isi UU Otsus.
“Tidak melalui mekanisme legal, [harusnya] sesuai dengan Pasal 77 UU Otsus,” ujarnya.
Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa usul perubahan atas Undang-Undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, selama ini pemerintah memang “belum pernah melibatkan rakyat Papua” dalam membahas Otsus.
Dampak Dana Otsus Tak Optimal
Dana ini juga diduga tak menyentuh rakyat Papua. Padahal jika melihat tujuan Undang-undang nomor 21 tahun 2001, adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, kemudian menegakan hak asasi manusia serta penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI secara virtual, pada 26 Januari 2021. Menteri Keuangan, Sri Mulyani saja mengatakan penggunaan dana otsus Papua dan Papua Barat masih belum maksimal untuk sektor kesehatan.
“Dilihat dalam 10 tahun tidak makin mendekat, gap-nya tetap lebar dan tidak terjadi perbaikan,” pungkasnya dilansir dari Merdekacom.
Dalam 10 tahun terakhir delta tingkat usia harapan hidup nasional berada di angka 0,17 per tahun. Sementara di Papua deltanya 0,15 per tahun dan di Papua Barat deltanya 0,14 per tahun.
“Rata-rata peningkatan tingkat umur harapan hidup Papua dan Papua Barat lebih rendah dari nasional. Artinya kalau diperpanjang akan lebih lebar (kesenjangan dengan rata-rata nasional),” jelasnya.
Belum optimalnya di sektor kesehatan diakui olehnya karena alokasi dana otsus tahun 2019, Papua Barat hanya 18,11 persen, kemudian Papua Barat lebih rendah yakni 15, 11 persen.
“Belanja dana otsus belum optimal untuk kesehatan,” kata dia.
Selain itu, dana otsus yang dikucurkan hingga triliunan pun tak membebaskan Papua dari kemiskinan. Bila dilihat dari data BPS (Badan Pusat Statistik) Profil Kemiskinan di Provinsi Papua September 2020, persentase penduduk miskin di Papua dan Papua Barat yaitu 26,80 persen, dan 21,70 persen. Angka ini merupakan angka tertinggi seluruh provinsi.
Selama periode Maret 2020 – September 2020 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Papua menunjukkan kecenderungan naik. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 6,157 pada Maret 2020 menjadi 6,902 pada September 2020. Demikian pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 2,077 menjadi 2,350 pada periode yang sama. Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan antar penduduk miskin semakin bertambah dibanding periode sebelumnya.
Dugaan Korupsi
Bahkan dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat untuk pembangunan di Papua diduga dikorupsi oleh para elite. Mabes Polri menduga ada penyelewengan pengelolaan dana anggaran Otonomi Khusus Papua (dana otsus Papua). Dikutip dari Tempo.co, Kepala Biro Analis Badan Intelijen Keamanan Polri Brigadir Jenderal Achmad Kartiko mengatakan ada penyimpangan anggaran dana otsus.
“Namun ada permasalahan penyimpangan anggaran,” ucap Achmad saat presentasi dalam Rapat Pimpinan 2021 di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu, 17 Februari 2021
Temuan itu, menurutnya, terungkap dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menemukan adanya pemborosan dan penggunaan tidak efektif dalam pengelolaan anggaran. Selain itu, terjadi juga penggelembungan harga (markup) dalam pengadaan sejumlah fasilitas umum.
“Kemudian pembayaran fiktif dalam pembangunan PLTA sekitar Rp 9,67 miliar. Ditemukan penyelewenangan dana sebesar lebih dari Rp 1,8 triliun,” ucap Achmad. Padahal, kata dia, kebijakan Otsus Papua dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Dalam kasus ini Menko Polhukam, Mahfud MD berkoordinasi dengan institusi penegak hukum lainnya.Institusi penegak hukum yang dimaksudkan adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan. Hal ini diungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono.
“Nanti akan ada semacam pengarahan dari beliau (Mahfud MD) bahwa pengusutan korupsi terkait otsus harus dijalankan oleh 3 lembaga.”katany, Rabu (24/2/2021)
“Polri, kita (Kejaksaan), sama KPK,” ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono di Kejagung, tandasnya.
Penulis: Kanzun Dinan