ISLAMTODAY ID — Sejumlah aktivis pergerakan Solo-Raya dan berbagai elemen masyarakat Kota Solo seperti Aktivis ‘98, eksponen 66, komunitas Kaum Miskin Kota melakukan aksi deklarasi ‘Gerakan Solo Raya Bangkit’, Ahad (14/3/2021).
Adapun lahirnya gerakan ini di latarbelakangi oleh keprihatinan mereka atas jalannya pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo selama ini. Mereka menilai tengah terjadi sebuah permasalahan yang cukup serius di Indonesia.
Deklarasi yang dipimpin oleh aktivis eksponen 66, Usman Amiroddin ini menyebutkan tentang berbagai praktik kebijakan yang menyakiti rakyat. Pemerintah dinilai telah mengabaikan tugas-tugasnya dalam menjalankan sejumlah kewajiban negara.
Gerakan ini didasari atas keresahan yang timbul akibat terus meningkatnya permainan hukum dan keadilan demi kepentingan penguasa. Hukum dan keadilan kerap digunakan oleh penguasa untuk melibas gerakan yang berpotensi melawan penguasa.
“Bukankah pemerintah sebagai mesin untuk mencapai tujuan negara sehingga berkewajiban mencerdaskan rakyat, mensejahterakan rakyat melindungi hak-hak rakyat untuk hidup aman, sejahtera, berkeadilan,” ujar Iwan selaku pembaca deklarasi Solo Raya Bangkit dikutip dari channel youtube FKPBN Official pada Senin, (15/3/2021).
Agenda Reformasi
Iwan Suwanto menambahkan permainan atas hukum dan keadilan yang dilakukan oleh pihak penguasa ini dinilai telah mencederai tujuan reformasi. Salah satu agenda reformasi tersebut ialah tegaknya reformasi di bidang hukum. Hak-hak rakyat untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana yang dijamin undang-undang ini semakin terrenggut.
“Salah satu agenda reformasi tentang tegaknya supremasi hukum dilanggar untuk sekedar memenuhi kehendak penguasa. HTI, FPI dibubarkan tanpa melalui proses hukum sesuai undang-undang keormasan yang berlaku,” ungkap Iwan.
Ternodainya supremasi hukum yang lain juga terlihat dengan maraknya kriminalisasi terhadap aktivis dan para ulama. Tindakan kriminalisasi kepada para ulama dilakukan dengan mengesampingkan nilai-nilai keadilan.
“Kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh pergerakan para alim ulama dilakukan dengan mengesampingkan nilai-nilai keadilan. Dari banyak kejadian dapat kita saksikan bagaimana hukum dan keadilan dijadikan bahan permainan demi menguntungkan penguasa,” ujarnya.
Para aktifis pergerakan ini menilai upaya untuk menyingkirkan berbagai pihak yang dinilai berpotensi melawan penguasa terus menunjukan adanya tren peningkatan. Hal ini dilihat dengan gerakan yang terus meningkat yang diawali dengan tindakan kriminalisasi, intimidasi yang berujung pada pembubaran ormas. Upaya untuk menghilangkan pihak-pihak yang bersebrangan dengan penguasa terus dilakukan, termasuk insiden pembajakan partai.
“Beberapa hari yang lalu, terjadi pembajakan yang mengguncang dunia perpolitikan. Moeldoko mantan jenderal, Kepala Staf Kepresidenan terlibat langsung pembajakan Partai Demokrat. Yang selama ini tidak masuk dalam koalisi partai pendukung pemerintah,” ucap Iwan Suwanto.
Mereka menyebut aksi pembajakan yang menimpa Demokrat menunjukan telah terjadi tren peningkatan dari sekedar kriminalisasi dan intimidasi. Dimana selama ini aksi kriminalisasi, intimidasi dan pembubaran ormas kerap berjalan mulus. Padahal keberadaan partai sangat amat diperlukan oleh negara.
“Dimulai dari kriminalisasi, intimidasi pembubaran ormas, semua berjalan mulus tanpa ada perlawanan yang berarti. Kini sudah berani meningkatkan gerakan menghancurkan partai politik yang keberadaanya dibutuhkan negara, yang dijamin konstitusi dan undang-undang,” tutur Iwan.
“Apabila pembajakan ini tidak dilawan tunggu saja giliran partai-partai yang lainnya, sehingga yang ada hanya satu partai saja yang mendominasi seperti negara komunis,” tegasnya.
Pada saat yang sama mereka juga mengingatkan para wakil rakyat. Para wakil rakyat yang duduk di kursi anggota dewan diminta untuk menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kebijakan pemerintah. Dewan diminta bisa melaksanakan kewajibannya mengoreksi kebijakan kepala negara yang menyalahi sumpahnya.
Reporter: Kukuh Subekti