(IslamToday ID) – Setelah memutuskan untuk taubat dan tinggal di Cibinong, mantan preman yang akhirnya menjadi pendakwah, Anton Medan mendirikan Masjid Tan Kok Liong. Masjid ini memiliki arsitektur Tionghoa yang kental.
Masjid Tan Kok Liong yang terletak di Kelurahan Pondok Rajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor merupakan salah satu masjid unik karena mirip dengan kelenteng.
Masjid Tan Kok Liong terdiri dari empat lantai di mana hanya lantai satu dan dua yang dapat digunakan, sedangkan lantai tiga dan empat sengaja dikosongkan. Diketahui nama masjid Tan Kok Liong diambil dari nama kecil Anton Medan.
“Nama (masjid) diambil dari nama kecil almarhum,” kata menantu Anton Medan, Syamsul Bahri Radjam seperti dikutip dari IDN Times, Rabu (17/3/2021).
Masjid berukuran 16 x 20 meter yang dibangun di atas lahan seluas 1 hektare itu termasuk dalam komplek Pondok Pesantren At-Taibin. Lantai pertama merupakan sebuah aula untuk rapat pesantren dengan ukuran yang cukup luas, sedangkan lantai dua merupakan ruangan inti tempat melaksanakan kegiatan berjamaah.
Jika masjid pada umumnya meletakkan kubah tepat di bagian atas, Masjid Tan Kok Liong meletakkan kubah di lantai dua tepat di lantai tempat ibadah berjamaah. Di lantai yang sama, terdapat tulisan “Masjid Jami Tan Kok Liong” dengan bentuk tulisan menggunakan Bahasa Indonesia tapi bergaya China.
Seperti masjid pada umumnya, pada bagian atas masjid terdapat tulisan “Allah” berbahasa Arab. Namun hal berbeda terdapat di setiap ujung atap masjid yang bertengger patung burung rajawali, naga, dan lima ekor burung perkutut di ujung karpusan.
“Maknanya harapan agar umat Islam bisa memandang setiap masalah setajam tatapan rajawali, bukan seperti burung perkutut yang selalu bergerombolan namun tak sanggup apa-apa. Sementara itu naga melambangkan kesuksesan,” kata Syamsul.
Arsitektur luar masjid terpasang ornamen-ornamen khas Tionghoa, mulai dari jendela hingga tembok masjid. Selain itu, terdapat juga beberapa lampion berwarna merah yang digantungkan di langit-langit luar masjid.
Papan nama masjid di bagian depan yang memiliki dasar warna hitam dan tulisan berwarna emas, bermakna latar belakang Anton Medan yang dahulu berkecimpung di dunia kriminal yang identik dengan dunia hitam, sebelum akhirnya ia sampai pada titik terang dan memutuskan hijrah menjadi seorang mualaf.
Sayangnya masjid unik berornamen budaya Tionghoa tersebut sudah lama tidak digunakan. Saat memasuki ruangan tersebut, karpet-karpet untuk salat telah digulung oleh para pengurus. Sebagian plafon atap ruangan tampak sudah terbuka dengan noda-noda bekas air hujan.
Pintu dan jendela masjid yang berwarna hijau dengan ornamen Tionghoa sudah sangat rapuh, bahkan reyot. Di dalam, terdapat sebuah kaligrafi indah berbahasa Arab di salah satu sudut ruangan. Masjid yang selalu menjadi tempat Anton Medan menyampaikan pesan-pesan Islam pun tampak tidak terawat.
“Nanti suatu saat akan kami aktifkan kembali, kembali ke perjuangan almarhum,” kata anak keenam Anton Medan, Delly Viki Ramdani. [wip]