(IslamToday ID) – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini memprediksi kepemimpinan Presiden Jokowi bakal mewariskan utang sebesar Rp 10.000 triliun. Tumpukan utang itu berasal dari utang pemerintah dan utang BUMN.
Detailnya, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 6.361 triliun per Februari 2021. Sedangkan utang BUMN tembus Rp 2.140 triliun per kuartal III 2020 lalu. Utang perusahaan plat merah itu terdiri dari utang BUMN non keuangan sebesar Rp 1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp 999 triliun.
Dengan demikian, total utang pemerintah dan BUMN sebesar Rp 8.501 triliun.
“Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp 10.000 triliun utang di APBN,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang”, Rabu (24/3/2021).
Ia mengatakan tren utang di masa kepemimpinan Jokowi bertambah sangat pesat. Pada masa akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), katanya, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 2.700 triliun dan utang BUMN Rp 500 triliun.
Selain itu, total utang sebesar Rp 8.501 triliun itu, lanjutnya, belum memasukkan komponen utang swasta yang diprediksi tidak kalah besarnya.
“Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang,” tuturnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Didik pun menyoroti lemahnya peran DPR dalam penyusunan anggaran negara, sehingga utang melesat lepas dari kontrol para anggota dewan. Menurutnya, para wakil rakyat itu kini sudah tidak lagi berkutik. “DPR sudah lemah seperti masa Orde Baru,” tuturnya.
Secara khusus, Didik juga menyoroti utang perusahaan plat merah. Menurutnya, kenaikan utang perusahaan plat merah tidak sebanding dengan setoran mereka pada negara yang cenderung kecil.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dihimpun INDEF, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas laba BUMN 10 terbesar mayoritas berasal dari PT BRI (Persero) Tbk yang diperkirakan sebesar Rp 11,8 triliun di 2020 lalu.
Lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp 9,9 triliun, PT Pertamina (Persero) Rp 8,5 triliun, PT Telkom (Persero) Tbk Rp 8 triliun, dan PT BNI (Persero) Tbk Rp 2,3 triliun.
Di luar BUMN tersebut, setoran kepada negara di bawah Rp 1 triliun atau miliaran rupiah.
Belum lagi, sejumlah BUMN masih mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Misalnya, pembiayaan investasi pada 12 BUMN diprediksi mencapai Rp 31,5 triliun pada 2020 lalu. Sedangkan, dalam APBN 2021 pemerintah menganggarkan kenaikan pembiayaan investasi pada BUMN tersebut menjadi Rp 37,4 triliun.
“Sudah utang banyak, menyusu pada APBN, setoran kepada APBN sangat kecil, yang paling besar Rp 11 triliun dari BRI, sisanya cuma Rp 100 miliar-Rp 200 miliar, yang rugi banyak jadi beban negara. Jadi BUMN ini menjadi kelas berat sekarang,” katanya. [wip]