(IslamToday ID) – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan aspek spritual sangat melekat dalam Pancasila. Dalam sila keempat, spiritualitas harusnya diejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama oleh pemimpin.
Hal itu diungkapkan Din saat menjadi narasumber dalam diskusi daring Indonesia Leaders Talk ke-35 bertajuk “Spiritualitas dan Pembangunan Bangsa” pada hari Jumat (9/4/2021).
“Isyarat Pancasila, sila keempat ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’. Pemahaman sederhana secara common sense (akal sehat), Indonesia ini meniscayakan sebagai imperative dari sila keempat tadi itu, sebuah corak kepemimpinan, yang bisa disebut kepemimpinan hikmah karena (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan),” ujar Din.
“Saya kira Indonesia, baik sebagai imperative dari sila keempat apalagi ada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka haruslah berorientasi, berbasis dan bertumpu pada aspek spiritualitas,” sambungnya.
Din mengatakan, jika mengacu Pancasila terutama sila keempat tadi maka siapapun yang menjadi pemimpin perlu memiliki wawasan hikmah kebijaksanaan.
Bahkan, kata Din, jika agak sedikit ekstrem, tidak salah untuk disimpulkan bahwa yang baik dan bagus memimpin Indonesia ini adalah yang memiliki hikmah kebijaksanaan.
“Hikmah dari bahasa Arab dan di bahasa Indonesia juga hikmah, adalah orang yang cerdas, berspiritualitas tinggi, berintegritas tinggi, mumpuni, dan beristiqomah, yang disimpulkan bukan memiliki ‘kedunguan’ (istilah Rocky Gerung), orang-orang dungu itu lawan dari kepemimpinan hikmah,” tuturnya.
Kata Din, pemimpin yang tidak berkepemimpinan hikmah justru tidak Pancasilais. “Ini silogisme sederhana ya,” cetusnya.
Guru besar UIN Ciputat ini lantas mengutip hadist Rasulullah SAW yang menyoal kepemimpinan.
“Kullukum ro’in wa kullukum mas uulun ‘an ro’iyyatihi. Artinya setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya,” katanya.
“Tanggung jawab tidak hanya sekadar tanggung jawab duniawi materiil, tapi tanggung jawab spiritual. Karena dia akan diminta tanggung jawab di akhirat nanti itu, tanggung jawab yang bersifat kemaslahatan,” tambah Din.
“Jadi bukan hanya kemaslahatan diri sendiri, apalagi orang per orang, kelompok tertentu, tapi kemaslahatan bersama.”
“Saya memahami, tanpa bermaksud mengidealisasi, apalagi mendramatisasi, sila keempat Pancasila dalam sekali (maknanya),” kata Din lagi. [wip]