(IslamToday ID) – Pakar politik dan hukum dari Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai langkah Presiden Jokowi membentuk Tim Satgas Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dianggap kurang tepat dan blunder.
Menurutnya, pemikiran Jokowi terbalik dan kurang tepat dalam mengeluarkan kebijakan pembentukan tim tagih BLBI. “Menurut saya Jokowi lagi-lagi membuat kebijakan yang kurang tepat dan blunder,” kata Saiful seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Ahad (11/4/2021).
Tidak tepatnya itu, kata Saiful, karena Jokowi baru membentuk satgas tersebut setelah Sjamsul Nursalim (SN) dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung (MA) dan terpaksa KPK mengeluarkan SP3.
“Tentu publik bertanya-tanya. Apa SN akan begitu saja mengembalikan keuangan negara? Ia sudah bebas kok baru ditagih, mestinya sebelum bebas dong ditagihnya, baru kemudian SN akan ketakutan,” jelas Saiful.
“Saya menduga SN sudah tertawa lebar melihat ini semua,” tutupnya.
Sementara, hal yang sedikit berbeda disampaikan oleh mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Menurutnya, tim penagih BLBI bisa menjadi klaster baru untuk terjadinya korupsi dan suap.
“Kepres penagihan utang BLBI Rp 108 triliun bisa jadi harapan baru, tapi sekaligus berisiko jadi titik transaksional baru,” katanya lewat akun Twitter pribadi.
Menurutnya, risiko yang muncul seharusnya sudah dimitigasi. Baik itu dengan cara keterbukaan baru, tim berkualitas, maupun pengawasan yang kuat. “Sekali saja ada transaksional, kredibilitas Satgas akan runtuh,” tegasnya.
Jika menilik komposisi tim tagih, Febri melihat pembentukan ini serius. Sebab ada tiga Menko, dua menteri, Jaksa Agung, dan Kapolri yang terlibat di dalamnya.
Tapi di satu sisi, komposisi itu juga menjadi pertaruhan bagi pemerintah apakah berhasil mengembalikan hak negara dari obligor BLBI tersebut. “Doa kita sebagai masyarakat tentu agar uang itu kembali ke rakyat. Tidak dikorupsi,” tutupnya. [wip]