(IslamToday ID) – Target persenjataan pokok minimal atau Minimum Essential Force (MEF) tahap III sebagai upaya untuk pembenahan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI diragukan bisa tercapai pada 2024.
Dalam Rapat Panitia Kerja Alutsista Komisi I DPR RI pada 21 Maret 2021, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem M Farhan menyebut TNI memprioritaskan anggaran untuk dukungan operasi pasukan penjaga perdamaian.
Selain itu, peningkatan fasilitas komunikasi elektronik dan peningkatan kapasitas fasilitas Komando Gabungan Wilayah Pertahanan.
“Itu yang prioritas yang lagi diutamakan, enggak ada satu pun poin tentang pengadaan maupun maintenance (alutsista),” kata Farhan seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (29/4/2021).
Ia mengatakan memang masih ada penganggaran alutsista meski nilainya jauh dari ideal, yakni Rp 22 triliun untuk tahun ini. Tahun sebelumnya, katanya, anggaran alutsista TNI mencapai Rp 13 triliun.
Namun, TNI tak belanja alutsista sama sekali karena anggaran itu direalokasi untuk penanganan pandemi Covid-19.
Pada tahun ini, anggaran alutsista disetujui di angka Rp 22 triliun. Jumlah itu hanya 16,5 persen dari total anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Farhan pun ragu target MEF tahap III yang berakhir 2024 akan tercapai. Menurutnya, belanja alutsista dua tahun terakhir di bawah standar 20 persen dari anggaran per tahun.
“Pencapaian MEF yang dalam 2 tahun ini kurang dari 20 persen, 2020 dan 2021 kurang dari 20 persen. Padahal, tiap tahun minimal 20 persen,” katanya.
“Sekarang itu kayaknya hampir tidak mungkin untuk mencapai roadmap ke MEF 2024 dengan pola sekarang,” lanjut Farhan.
Pernyataan Farhan coba dikonfirmasi ke Mabes TNI. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban.
Isu alutsista menjadi sorotan publik pasca insiden KRI Nanggala-402. Kapal berumur lebih dari 40 tahun itu masih beroperasi dan akhirnya karam di perairan Bali.
Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai anggaran fantastis Kemenhan tak tercermin dalam belanja alutsista. Ia melihat anggaran Kemenhan lebih banyak terserap untuk belanja pegawai.
Hadi menyebut anggaran belanja pegawai Kemenhan mencapai 53 persen atau sekitar Rp 57,03 triliun. Adapun anggaran alutsista di Kemenhan hanya Rp 43,1 triliun.
“Saya kira, sampai hari ini publik masih menunggu kiprah Menhan karena sejak dilantik hampir tidak kelihatan kebijakan-kebijakan strategis yang diambil untuk pertahanan negara. Tentu banyak yang berharap dengan latar belakang tentara dan beberapa kritiknya soal pertahanan negara, setidaknya saat Capres,” tutur Hadi.
Terpisah, Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut Indonesia minimal harus mempunyai 12 kapal selam. Sebab, Indonesia mempunyai tiga jalur laut yang harus diamankan. “12 bukan ideal, itu kebutuhan pokok minimal. Idealnya dua kali lipat dari itu,” ucapnya.
Sayangnya, jumlah kapal selam di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Indonesia kini hanya mempunyai empat kapal selam setelah kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam di perairan laut Bali pada Ahad (25/4/2021).
Satu di antaranya, kata Khairul, sudah seusia dengan KRI Nanggala. Sementara, tiga kapal selam lainnya dari Korea Selatan belum optimal penggunaannya sampai saat ini.
Dengan jumlah kapal selam yang sedikit, Khairul menilai awak kapal akan kewalahan karena cakupan operasinya lumayan luas.
Kapal selam harus melakukan patroli pengamanan di laut, baik di permukaan maupun di dalam. Selain itu, mereka juga harus siap menghadapi berbagai rintangan. “Tidak mungkin bisa mengkover semuanya,” ucapnya.
“Sepanjang 2021, ada keriuhan di bawah laut kita. Ada perlintasan kapal selam Perancis. Ada hal-hal lain yang riuh di bawah laut kita dan juga perlu mendapat pemantauan yang ketat,” imbuh Khairul.
Ia menilai berbagai pihak terkait butuh kajian kapal selam soal laut dalam dan mencari-cari solusi serta alternatifnya.
“Ada kendaraan tanpa awak untuk monitoring AL, bisa diadakan dalam waktu dekat. Saya kira bisa menjadi solusi sementara bagi pengamanan laut kita,” ucapnya.
Kekuatan Militer TNI
Pada tahun 2020, Global Fire Power menempatkan kekuatan militer Indonesia di posisi ke-16 dari 138 negara di dunia. Indonesia mendapatkan indeks kekuatan 0,2544 (nilai sempurna 0,0000). Secara global, posisi pertama ditempati oleh Amerika Serikat (AS) dengan angka 0,0606 disusul Russia (0,0681), dan China (0,0691).
Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki kekuatan militer terbesar. Kekuatan militer negara lain di Asia Tenggara setelah Indonesia adalah Vietnam di posisi 22 (0,3559) dan Thailand di peringkat ke-23 (0,3571). Negara tetangga Indonesia, Malaysia berada di peringkat ke-44 dengan angka 0,6546. Sementara Singapura dengan angka 0,7966, berada pada peringkat ke-51.
Kekuatan militer sebuah negara, berdasarkan pemeringkatan Global Fire Power dapat dilihat dari delapan unsur pembentuknya, yakni sumber daya manusia (SDM), kekuatan udara, kekuatan darat, kekuatan laut, sumber daya alam (SDA), logistik, keuangan, dan geografi.
Alat utama sistem persenjataan (alutsista) merupakan salah satu pembentuk kekuatan tersebut, baik alutsista kekuatan militer darat, udara, maupun laut.
Sumber Daya Manusia
Kekuatan militer sebuah negara dari sisi sumber daya manusia (SDM) tidak semata dilihat dari jumlah personel tentaranya. SDM sebagai kekuatan militer mencakup juga total populasi, ketersediaan angkatan kerja, ketersediaan angkatan kerja yang siap untuk diperbantukan sewaktu-waktu, jumlah penduduk pada suatu tahun yang mencapai umur menjadi tentara, jumlah personel militer, jumlah militer aktif, hingga jumlah personel cadangan.
Jumlah personel militer menjadi pendukung utama kekuatan militer di suatu negara, terutama personel aktif yang siap langsung digunakan untuk pertempuran. Sedangkan kekuatan militer cadangan dapat dipanggil sesuai kebutuhan.
Di sisi lain, jumlah penduduk di suatu negara, terutama angkatan kerja yang memenuhi syarat untuk keperluan militer, memberikan keuntungan dalam situasi perang untuk membentuk pasukan perang terutama dalam perang jangka panjang.
Pada tahun 2020, ketersediaan personel militer di Indonesia kurang lebih 800.000 personel, dengan 400.000 personel aktif dan 400.000 personel cadangan. Jumlah personel militer aktif di Indonesia menempati uratan ke-13 dunia, sedangkan personel cadangan menempati urutan ke-16 dunia.
Di sisi lain, dengan jumlah penduduk sebanyak 262,8 juta jiwa, sejumlah 130,9 juta jiwa penduduk Indonesia atau hampir 50 persennya merupakan angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, 108,6 juta jiwa merupakan sumber daya yang dapat diperbantukan untuk mendukung kekuatan militer. Secara jumlah penduduk serta penduduk yang siap diperbantukan dalam perang, Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia.
Kekuatan Udara
Kekuatan militer suatu negara juga dipengaruhi oleh kekuatan pertahanan udaranya, terutama pesawat, baik yang dimiliki oleh angkatan udara, laut, maupun darat. Kekuatan udara tersebut terdiri atas pesawat tempur, pesawat untuk serangan darat, pesawat angkut, pesawat latih, pesawat intai dan misi khusus, helikopter, hingga helikopter tempur.
Pesawat tempur merupakan kekuatan udara utama karena dapat digunakan terutama dalam pertempuran udara untuk menyerang pesawat lain hingga menyerang objek di darat. Di sisi lain, terdapat juga pesawat yang khusus digunakan untuk menyerang target di darat.
Selanjutnya, pesawat latih juga dianggap sebagai faktor pendukung kekuatan militer udara karena mampu digunakan untuk berbagai keperluan. Sedangkan, pesawat angkut merupakan kekuatan militer udara sebagai pengangkut pasukan dan peralatan perang di suatu negara.
Kekuatan udara juga didukung oleh kepemilikan helikopter karena helikopter memiliki fleksibilitas dibandingkan dengan pesawat jet maupun baling-baling depan.
Pada tahun 2020, kekuatan pertahanan udara Indonesia berjumlah 462 pesawat yang terdiri atas 41 pesawat tempur, 39 pesawat serangan khusus, 54 pesawat angkut, 109 pesawat latih, 5 pesawat intai dan misi khusus, 177 helikopter, serta 16 helikopter tempur.
Dengan jumlah tersebut, kekuatan udara Indonesia menempati uratan ke-28 di dunia, tertinggi di Asia Tenggara. Akan tetapi, khusus untuk jumlah kepemilikan pesawat tempur, Indonesia berada di urutan ke-48, di bawah beberapa negara ASEAN lain, seperti Singapura (22), Vietnam (28), Thailand (30), dan Myanmar (36).
Kekuatan Darat
Kekuatan militer darat suatu negara dapat dilihat dari alutsista darat yang dimiliki, yakni tank, kendaraan tempur lapis baja, artileri, serta peluncur roket.
Kepemilikan tank dianggap sebagai kekuatan militer darat utama karena merupakan alutsista yang digunakan di garis depan dalam suatu perang bersama dengan dengan kendaraan tempur lapis baja.
Di sisi lain, kekuatan darat juga dilihat dari kepemilikan artileri, baik artileri swagerak maupun artileri tarik yang merupakan alutsista jarak menengah dan jauh. Kepemilikan pelontar roket, selain menjadi kekuatan darat untuk menyerang target jarak jauh, terutama lebih menjadi kekuatan psikologis untuk menekan moral musuh.
Pada 2020, Indonesia memiliki 133 tank. Di wilayah Asia Tenggara, Vietnam menjadi negara yang memiliki tank paling banyak sehingga berada di urutan ke-10 kepemilikan tank di dunia, disusul Thailand (posisi 25), Myanmar (37), dan Indonesia (49).
Selain itu, Indonesia memiliki 1.178 kendaraan tempur lapis baja. Dari jumlah tersebut, Indonesia berada di posisi ke-52 dunia, di bawah Singapura yang berada di posisi ke-25, Vietnam (posisi 29), Thailand (45), dan Malaysia (46).
Indonesia juga memiliki 153 artileri swagerak, 366 artileri tarik, serta 36 peluncur roket. Jumlah pelontar roket tersebut menempatkan Indonesia di posisi 57 dunia dari sisi kepemilikan pelontar roket, di bawah Kamboja (posisi 9), Vietnam (40), Myanmar (41), dan Malaysia (50).
Kekuatan Laut
Kekuatan laut pendukung kekuatan militer suatu negara terdiri atas beberapa unsur, antara lain kapal pengangkut pesawat, kapal perusak, kapal fregat, kapal korvet, kapal selam, kapal patroli, serta kapal penyapu ranjau.
Dari beberapa jenis kapal di atas, kapal pengangkut pesawat, termasuk pengangkut helikopter, merupakan kekuatan utama militer di laut karena kemampuannya dalam mengusung pesawat tempur ke titik terdekat dengan sasaran atau pusat pertempuran.
Pada tahun 2020, kekuatan laut Indonesia berjumlah 282 alutsista yang terdiri atas 7 kapal fregat, 24 kapal korvet, 5 kapal selam, 156 kapal patroli, dan 10 kapal penyapu ranjau. Dari jumlah tersebut, kekuatan laut Indonesia menempati urutan ke-10 dunia dan nomor dua di Asia Tenggara setelah Thailand (posisi 8).
Dengan jumlah kapal terbanyak yang dimiliki Indonesia, yakni kapal patroli, Indonesia berada di urutan ke-7 dunia berdasarkan jumlah kapal partroli, nomor dua di Asia Tenggara, di bawah Thailand (posisi 4).
Di ASEAN, jumlah kapal penyapu ranjau Indonesia paling banyak dan menempati posisi ke-17 dunia. Sedangkan, jumlah kapal selam Indonesia nomor 2 di ASEAN dan nomor 24 di dunia setelah Vietnam (posisi 20) dengan 6 kapal selam. [Kompaspedia/wip]