(IslamToday ID) – Menjelang hari raya Idul Fitri 1442 H, Indonesia kedatangan daging sapi beku impor asal Brasil sebanyak 140 ton melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Jumlah tersebut bakal bertambah hingga 420 ton dengan BUMN yang mendapat tugas ini adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) bersama PT Berdikari (Persero).
Direktur Utama PT RNI (Persero) Arief Prasetyo Adi menilai impor daging ini untuk menjaga stabilitas harga menjelang lebaran. Selain itu, ada juga tujuan lainnya.
“Ini kesempatan untuk melihat kualitas komoditas sapi asal Brasil untuk kami kaji produknya sebagai bagian dari transformasi pangan dan tentu penekanan impor ke depannya,” katanya dalam keterangan resmi seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (4/5/21).
Selama ini, BUMN klaster pangan khususnya industri peternakan masih menerima penugasan- penugasan impor dari pemerintah lantaran kebutuhan daging yang meningkat dan produksi dalam negeri yang terbatas, apalagi menjelang lebaran.
Sebelumnya, pihaknya telah menerima arahan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengkaji skema transformasi pangan komoditas daging dalam rangka wacana pembelian peternakan sapi di Belgia, mulai dari kajian asal produk negaranya, kualitas daging sapinya, serta model bisnisnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Berdikari (Persero), Harry Warganegara menyebut realisasi impor daging sapi beku tersebut akan dilakukan secara bertahap hingga tercukupi pemenuhan kebutuhan daging menjelang Idul Fitri 2021.
Ia mengklaim, realisasi penugasan impor ini untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dengan stabilisasi harga pangan daging menjelang hari raya serta membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas harga.
Sebagai sampel, untuk harga daging sapi sudah hampir menembus angka Rp 150.000 atau tepatnya Rp 148.530 per kg untuk golongan daging sapi kualitas satu di DKI Jakarta.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri berpendapat impor sebanyak itu masih sangat minim untuk menekan harga menjelang lebaran nanti.
“Menurut saya belum tentu (menekan harga), karena kedatangan 420 ton, lebih kurang 15 kontainer. Satu kontainer berisi 28 ton, itu tergantung permintaan pasar daging sapi sendiri bagaimana. Saya sendiri masih mengamati apakah terjadi kenaikan permintaan daging sapi di 10 hari menjelang hari raya Idul Fitri,” katanya.
Ia menilai permintaan daging sapi di tahun ini memang masih belum normal, namun terlihat ada sedikit kenaikan dibandingkan tahun lalu. Pemerintah harus sigap dalam menyiapkannya, apalagi tanda-tanda kenaikan permintaan sudah mulai terasa sejak akhir bulan lalu.
“Pada periode 22-29 April ada sedikit kenaikan permintaan daging sapi sebesar 7 persen berdasarkan pemantauan stok daging sapi anggota Aspidi,” kata Suhandri.
Secara riil, kenaikan 7 persen itu meliputi peningkatan permintaan dari yang biasanya 750 ton per pekan menjadi 830 ton.
“Saya lagi pegang 6.700 ton on hand. Untuk permintaan 6.000-7.000 ton sih kita ada stok, tapi kalau di atas itu, misal permintaan lebih di atas 7.000-8.000 ton agak ragu,” paparnya.
Penyakit Mulut dan Kuku
Bukan cuma melulu soal stok dan harga, yang juga harus menjadi perhatian dari impor asal Brasil adalah kondisi kesehatan daging sapi. Harus ada seleksi ketat serta dilengkapi sertifikat bebas penyakit mulut dan kuku, juga harus lolos Badan Karantina.
“Mengenai jaminan ini terdapat health certificate bahwa daging tersebut aman untuk konsumsi manusia. Importasi ini merupakan penugasan langsung dari pemerintah, jadi sebelum ditugaskan sudah melalui survei dan izin dari pemerintah,” kata Manager Komunikasi dan Relasi Korporasi PT RNI (Persero) Dhila Fadhila.
Daging Brasil sempat terhambat oleh UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sebelum direvisi. Negara itu belum bebas dari penyakit sapi seperti penyakit mulut dan kuku (PMK), atau masih kategori zone based. Sedangkan negara pemasok sapi dan daging utama Indonesia selama ini Australia dan Selandia Baru sudah bebas dari PMK atau country based. [wip]