(IslamToday ID) – Akhirnya Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Agama (Menag).
Adapun SKB tiga itu terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah (Pemda) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Putusan pengabulan itu terkait perkara nomor 17 P/HUM/2021 yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, MA menilai SKB tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian juga melanggar UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Objek keberatan hak uji materi berupa SKB No 2/KB/2021, No 025-199 Tahun 2021, No 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikabulkan,” kata Andi seperti dikutip dari Kompas, Jumat (7/5/2021).
Oleh karena itu, MA memutuskan SKB tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kemendikbud Ristek, Kemenag, serta Kemendagri diperintahkan untuk mencabut SKB tersebut.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, pihaknya masih akan mempelajari putusan uji materi tersebut. Sebab, hingga Kamis (6/5/2021) Kemendagri belum menerima salinan putusan dari MA itu. Jika salinan sudah diterima, akan dibahas dan dikonsultasikan dengan tim hukum serta Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Pasalnya SKB tersebut melibatkan tiga menteri berbeda dan tindak lanjut dari putusan itu akan didiskusikan lebih lanjut dengan menteri lain yang terkait. “Saya sudah mendengar soal putusan itu. Namun untuk saat ini tindak lanjutnya (putusan MA) belum ada,” kata Benni.
Kuasa hukum LKAAM, Imra Leri Wahyuli mengaku sudah menduga sejak awal bahwa SKB tiga menteri itu memang bertentangan dengan sejumlah undang-undang.
“Dengan dikabulkannya gugatan, maka tidak ada halangan bagi pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Barat dalam menjaga nilai-nilai luhur adat Minangkabau yang sejalan dengan agama Islam,” kata Imra seperti dikutip dari Tirto.
Dinamika penolakan SKB tiga menteri di Sumbar pasca-terbitnya aturan itu, tidak semua elemen masyarakat dan kepala daerah tunduk. Penolakan tetap terjadi di Sumbar. Salah satu penolak SKB tiga menteri secara terbuka di Sumbar adalah Walikota Pariaman, Genius Umar. Padahal ada sanksi bagi kepala daerah bandel yakni pencabutan dana bantuan operasional sekolah.
Kemendagri juga sudah menegur Walkot Pariaman. Lewat pembatalan SKB tiga menteri itu pemerintah daerah, kata Irma, bisa saja kembali menerapkan aturan yang sesuai dengan agama Islam.
Yang terjadi sebelum SKB tiga menteri adalah pewajiban pemakaian jilbab di sekolah, salah satunya terdapat di Kota Padang. Maka kini terbuka peluang untuk kembali mewajibkan jilbab di sekolah. Saat ini, LKAAM menunggu salinan putusan resmi dari MA. LKAAM merupakan himpunan niniak mamak yang menjaga nilai-nilai agama dan adat.
Agama dan Adat
Di Sumbar hubungan agama dengan adat cukup kental, bahkan mempengaruhi kebijakan publik. Posisi agama dan adat dalam masyarakat Sumbar digambarkan dalam kalimat “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Salah satu bentuk kebijakan publik berdasar agama Islam di Sumbar (seperti di Kota Padang) adalah aturan daerah yang mewajibkan pemakaian jilbab. Aturan berlaku juga bagi siswi beragama selain Islam.
Selama ini, sebagian siswi yang terpaksa berjilbab diam saja, tetapi baru-baru ini sejumlah siswi menolak dan berani bicara. Penolakan siswi Kristen di SMKN 2 Padang pada Januari 2021 menjadi pemantik tiga kementerian berwenang untuk menelurkan SKB tiga menteri.
Isi SKB itu antara lain adalah sekolah negeri tidak boleh mewajibkan seragam yang identik dengan agama, seperti jilbab kepada siswi. Sekolah negeri juga tidak boleh melarang peserta didik untuk mengenakan seragam sesuai agama yang diyakini.
Terhadap kepala daerah dan kepala sekolah yang telah membuat aturan wajib berjilbab di sekolah, pemerinah mengharuskan untuk mencabut atau membatalkannya berdasar SKB tiga menteri.
Namun kini setelah dibatalkan, belum jelas keputusan pemerintah. SKB dibuat untuk akhiri diskriminasi pada masa Orde Baru hingga sekarang, aturan seragam sekolah, khususnya jilbab, mengalami pasang surut.
Pemerintah pernah melarang pemakaian jilbab pada dekade 1970-an, kemudian di sekolah negeri pada 1990-an hingga kini muncul kebijakan wajib jilbab. Dan lewat SKB tiga menteri, kewajiban jilbab berusaha untuk diakhiri. [wip]