ISLAMTODAY — Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, menilai ekonomi Indonesia tidak membaik, bahkan cenderung memburuk sejak Pandemi Covid-19 menyerang. Manurutnya, hal ini dikarenakan pemerintah tak memiliki skenario untuk menghadapi problematika ekonomi di Indonesia.
Salamudin Daeng menyebutkan seharusnya pemerintah memiliki skenario untuk menjawab segala tantangan yang akan dihadapi Indonesia.
“Yang saya lihat ada skenario yang tidak dibangun untuk memproyeksikan kemungkinan-kemungkinan ke depan. Jadi tidak ada skenario di dalam di dalam pikiran pemerintah, maka akibatnya ya tidak ada strategi untuk menghadapi, tidak ada satu konsepsi yang dibangun untuk menjawab semua tantangan yang berkembang atau semua problem yang dihadapi di dalam ekonomi sekarang ini” katanya dalam wawancara di kanal Youtube Bravos Radio Indonesia, Selasa (4/5/2021).
Ia mencontohkan beberapa skenario yang telah dipilihnya.
Skenario pertama, Covid-19 pulih dan perekonomian pulih – pemerintah bisa melanjutkan rencana yang ada.
Skenario kedua, Covid-19 pulih sementara ekonomi masih resesi.
Skenario ketiga, covid 19 tidak pulih dan ekonomi masih tenggelam dalam resesi.
Menurut peneliti AEPI ini, skenario-skenario inilah yang seharusnya dipersiapkan pemerintah saat Covid 19 menyerang pertama kali. Namun, sayangnya skenario ini tak menjadi pegangan di kala itu. Jika skenario ini sudah dibuat, Salamuddin menyebutkan pemerintah akan memiliki rencana terstruktur dalam hadapi Covid-19.
Rencana Gagal, Tak Berniat Keluar
Tak hanya itu, Salamuddin juga melihat Presiden Jokowi selalu mengulangi kesalahannya dalam membuat kebijakan. Dan Ia menyebutkan, pemerintah tak pernah konsisten untuk keluar dari rencana-rencana yang sudah gagal itu.
Pasalnya, saat ini Indonesia berada dalam masalah atau problem daya beli masyarakat yang berkurang. Namun, pemerintah tetap ngotot meneruskan rencana-rencana yang telah disusunnya.
Misalnya saja, pemerintah masih saja terus berkonsisten untuk membangun infrastruktur di saat ekonomi Indonesia memburuk. Ia menilai pembangunan infrastruktur ini malah membuat utang meningkat bukan malah berkurang.
“Saya melihat bahwa seluruh rencana yang coba dibangun oleh pemerintah ini dari awal masih tetep linier, masih tetap monoton, masih tetap tidak keluar dari paradigma awal. paradigma dari pemerintahan yang berkuasa” jelasnya.
Selanjutnya, kegagalan itu kembali terjadi saat pemerintah mengambil alih kasus BLBI dengan menyita aset Rp 108 triliun, dalam pandangannya peristitiwa ini mirip dengan kasus Tax Amnesty yang dikatagorikan sebagai kejahatan keuangan.
“Terakhir pemerintah mencoba akan melakukan upaya memutihkan pidana dari kasus BLBI, dengan cara melalui proses perdata. Pemerintah berencana menyita aset sekitar Rp 108 T lebih. Itu, tapi prosesnya dengan mem-perdata-kan, menghilangkan semua hubungan pidana dari kasus-kasus yang terjadi dalam kejahatan BLBI. Padahal itu sebenarnya adalah kasus pidana. Ini mirip tax amnesty, tax amnesty ini dalam katagori hukum, sekarang sudah kategori kejahatan keuangan” pungkasnya.
Kemudian, Salamuddin mengaku heran dengan rencana pemerintah yang akan memindahkan Ibu Kota Indonesia ke pulau Kalimantan. Ia melihat pemindahan ini tak memiliki urgensi dan tak memiliki upaya dalam menangani krisis ekonomi Indonesia.
“Lalu terkait dengan ibu kota baru , tetep mau ngotot dengan ibu kota baru bisa lihat tidak ada urgensinya, tidak ada signifikasinya dalam upaya krisis anggaran, baik anggaran BUMN, maupun pemerintah (utang BUMN dan utang luar negeri pemerintah) dan tidak ada signifikasinya dengan jawaban atas problem daya beli masyarakat dan segala macam yang kita hadapi sekarang ini. Tapi, pemerintah tetap ngotot dengan mega proyek ibu kota baru, tidak belajar dengan pengalaman sebelumnya.” ujarnya
Reporter: Kanzun