(IslamToday ID) – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai besarnya dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang disampaikan penyidik KPK Novel Baswedan sebagai tanda banyaknya bantuan pemerintah yang tidak efektif.
“Itu artinya tidak tepat sasaran dengan data yang compang-camping. Ini bukan saja soal kerugian negara, tapi juga masyarakat yang harusnya di-support bantuan,” kata Bhima seperti dikutip dari GenPI.co, Rabu (19/5/2021).
Ia juga menilai kalau sedikit saja nominal bantuan dikorupsi maka angka kemiskinan akan naik signifikan. “Saya kira ini sudah tahap kejahatan kemanusiaan,” tegas Bhima.
Ia menjabarkan korupsi yang mencapai Rp 100 triliun yang disampaikan Novel Baswedan itu artinya sudah 50 persen dari dana alokasi perlindungan sosial dalam PEN, atau setara Rp 233,6 triliun. “Ini bisa jadi skandal korupsi terbesar di republik sejak merdeka tahun 1945,” pungkasnya.
Menelisik lebih jauh, bansos Covid-19 memang ditujukan untuk membantu masyarakat terutama yang terdampak pandemi Covid-19. Bansos juga diharapkan menjadi daya gedor untuk memulihkan konsumsi masyarakat.
Apalagi, fakta menunjukkan bahwa masyarakat miskin semakin bertambah selama pandemi Covid-19 menyerang Indonesia pada awal tahun lalu. Dana tersebut seharusnya bisa tersalurkan dengan maksimal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total penduduk miskin pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang. Angka tersebut meningkat 1,13 juta orang dibandingkan periode Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang jika dibandingkan periode sama tahun lalu.
Jika dihitung, dana bansos yang dikorupsi sebesar Rp 100 triliun itu diberikan kepada masyarakat miskin di berbagai wilayah Indonesia sebanyak 27,55 juta, maka per orang bisa mendapatkan dana sebesar Rp 3,62 juta.
Khusus di pedesaan, penduduk miskin juga bertambah sebanyak 249.000 orang dari 15,26 juta orang pada Maret 2020 menjadi 15,51 juta orang pada September 2020 lalu.
Jika dana bansos tersebut diberikan kepada penduduk miskin di desa, maka per orang mereka bisa mendapatkan Rp 6,44 juta. Dana tersebut tentu bisa membantu masyarakat miskin terutama di tengah pandemi Covid-19.
Aparat Harus Bertindak
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin merespons pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan terhadap dugaan penyimpangan bansos Covid-19 bernilai Rp 100 triliun. Senator muda asal Bengkulu itu meminta aparat penegak hukum khususnya KPK untuk tetap mempelajari sekaligus meneliti dari apa yang telah disampaikan.
“Perlu pendalaman serta pengamatan lebih lanjut dari apa yang disampaikan oleh Novel Baswedan. Jika memang terbukti memiliki indikasi kuat terhadap penyimpangan dana yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19, maka seluruh pihak aparat hukum mesti mengambil tindakan,” ujar Sultan dalam siaran pers seperti dikutip dari Jawa Pos, Rabu (19/5/2021).
Ia mengingatkan tidak boleh hanya berangkat dari satu asumsi saja. Harus ada pembuktian di dalamnya melalui penelusuran lebih lanjut.
“Penyidik KPK menilai ada kesamaan pola-pola korupsi bansos di daerah yang sama dengan DKI Jakarta dan sekitarnya. Jadi, jika memang dari pola tersebut memiliki kecenderungan penyimpangan di seluruh daerah Indonesia, maka ini merupakan salah satu upaya pengungkapan kasus skandal mega korupsi yang paling masif dan akan melibatkan banyak pejabat di daerah. Ini harus segera diungkap,” tegas Sultan.
Namun, Sultan berharap pernyataan tersebut jangan dikaitkan dengan situasi polemik hasil TWK yang sedang terjadi di tubuh KPK. Sebab sebagai suatu institusi, KPK harus tetap melaksanakan tugas penegakan hukum dalam memberantas korupsi secara profesional dengan semangat bersama dalam bingkai kelembagaan.
“Saya yakin KPK akan profesional. Saya sangat mengapresiasi terhadap satgas yang telah dibentuk di internal KPK khusus dalam mengawasi penggunaan dana bansos di Indonesia,” ujar Sultan.
Ia berharap polemik yang timbul terhadap hasil tes wawasan kebangsaan tidak mempengaruhi kinerja KPK secara keseluruhan,” pungkas Sultan. [wip]