(IslamToday ID) – Holding BUMN baterai Indonesia Battery Corporation (IBC) akan membentuk lima hingga enam joint venture (bekerja sama) dalam mengembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/ EV Battery) Agus Tjahajana Wirakusumah.
Ia memaparkan holding baterai akan mengembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Rantai nilai baterai tersebut meliputi tambang bijih nikel, pabrik smelter MHP Ni dan Co Sulphate, pabrik prekusor baterai, pabrik katoda, pabrik cell dan pack.
Dari tiap rantai nilai tersebut akan dibentuk joint venture antara anggota IBC dengan potensial konsorsium partner. Adapun empat BUMN yang tergabung dalam IBC adalah Mining and Industry Indonesia (MIND ID), PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
“Nanti dari nikel ore ke sulfat satu pabrik, satu joint venture. Masuk ke baterai prekursor satu joint venture, masuk ke katoda satu joint venture, ke cell satu joint venture, ke pack satu joint venture. Ini nanti akan banyak buat joint venture, paling tidak lima atau enam,” kata Agus seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (20/5/2021).
Ia mengatakan pihaknya sejak tahun lalu telah menjajaki 11 perusahaan global yang bergerak di bidang baterai untuk menjadi mitra IBC dalam proyek senilai 17 miliar dolar AS tersebut.
Dari 11 perusahaan tersebut, ada sejumlah perusahaan yang hingga saat ini intens melakukan pembicaraan dengan IBC untuk menjadi mitra. “Alhamdulillah ada yang mau, yang saat ini kami bicara intens untuk tentukan bagaimana strategi dan share masing-masing,” kata Agus.
Menurut catatan, hingga saat ini calon mitra terkuat yang telah menunjukkan komitmennya antara lain Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) dari China dan konsorsium LG dari Korea Selatan yang terdiri atas LG Energy Solution, LG Chem, LG International, POSCO, dan Huayou Holding.
Dalam peta jalan pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik, rencananya akan dibangun smelter HPAL oleh Antam, serta pabrik prekursor dan katoda oleh PT Pertamina (Persero) dan MIND ID yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2024. Sedangkan pabrik cell to pack oleh Pertamina dan PT PLN (Persero) direncanakan mulai beroperasi pada 2025.
IBC Sulit Ambil Keputusan
Menanggapi itu, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengkritisi keputusan pemerintah yang menetapkan empat perusahaan besar sebagai pemegang saham PT IBC.
Menurutnya, dengan banyak perusahaan yang terlibat itu justru akan menyulitkan proses pengambilan keputusan oleh IBC terkait pembentukan industri baterai kendaraan listrik (EV battery) di Tanah Air.
“Pada awalnya saya mengira bahwa pemegang saham dari IBC itu Pertamina saja atau PLN saja. Tapi ternyata diputuskan sangat kompak empat perusahaan. Saya bisa membayangkan alangkah rumitnya pengambilan keputusannya,” ungkap Dahlan seperti dikutip dari Liputan 6, Kamis (20/5/2021).
Ia mengungkapkan, dengan bertenggernya empat perusahaan besar selaku pemegang saham di IBC, maka proses pengambilan keputusan menjadi lebih rumit. Menyusul, harus terpenuhinya kesepakatan dari masing-masing pemegang saham.
“Sehingga saya bisa memahami alangkah sulitnya nanti IBC mengambil keputusan teknologi apa yang bisa dipakai dan diproduksi. Mengambil keputusan saja sulitnya bukan main, apalagi kalau lewat prosedur yang begitu panjang lewat (persetujuan) pemegang saham,” sebutnya.
Padahal, kata Dahlan, perkembangan teknologi untuk pembuatan baterai listrik sendiri terus mengalami perubahan dalam waktu yang sangat dekat. Dengan begitu, Indonesia dituntut juga cepat untuk mengambil keputusan saat ini.
“Jangan-jangan ketika pengambilan keputusannya itu panjang sekali, sehingga tidak relevan keputusan itu. Atau harus memperbaharui lagi proposalnya dan seterusnya,” terang Dahlan.
Oleh karena itu, ia mengusulkan kepada pemerintah untuk mau memangkas jumlah perusahaan pemegang saham di IBC menjadi satu saja. Hal ini demi efisiensi dalam proses pengambilan keputusan.
“Sehingga saya meskipun sudah diputuskan empat perusahaan yang akan joint di IBC, saya masih tetap berharap ada pemikiran ulang bahwa satu saja pemegang sahamnya. Terserah PLN atau Pertamina begitu. Agar sesuatu yang mengambil keputusan cepat dan strategis, sehingga tidak termakan oleh waktu proses pengambilan keputusannya,” pungkasnya. [wip]