(IslamToday ID) – Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak membantah kabar yang menyebut Prabowo menunjuk PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) untuk menangani pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) senilai 124,99 miliar dolar AS atau setara Rp 1,7 kuadriliun.
Dahnil menyebut perusahaan itu bergerak di bidang pengembangan teknologi dan sumber daya manusia. Menurutnya, PT TMI tidak berkecimpung di bidang pengadaan alutsista.
“TMI tidak akan melakukan kontrak dengan Kementerian Pertahanan di satu sisi terkait belanja-belanja alutsista yang dilakukan oleh Kemenhan. TMI juga tidak jual beli dan segala macam,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (1/6/2021).
Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu memastikan Kemenhan tak punya kaitan dengan PT TMI. Ia menyebut perusahaan itu dibentuk oleh Yayasan Pengembangan Potensi Pertahanan.
Dahnil juga membantah keterkaitan Prabowo dengan perusahaan itu. Ia menegaskan Prabowo tak campur tangan meski PT TMI dipimpin oleh kawan lamanya, Mayjen (Purn) Glenny Kairupan.
“Tidak. Beliau, mereka-mereka memang berada di perusahaan tersebut. Kemudian, yayasan yang menunjuk mereka mengurusi perusahaan tersebut. Yang harus dipahami adalah TMI itu tidak terlibat dalam proses-proses kontrak di Kementerian Pertahanan,” tuturnya.
Menurut Dahnil, dukungan Prabowo terhadap perusahaan-perusahaan alutsista, tak terkecuali PT TMI, dalam rangka strategi diplomasi. Prabowo sedang berniat membenahi masalah alutsista dari para broker.
“Ketika melakukan komunikasi, kemudian memberikan, sebutlah supporting, kepada TMI itu bagian dari strategi komunikasi diplomasi beliau ingin mengecek kepastian dan harga alutsista yang ada di perusahaan-perusahaan tersebut,” ujarnya.
Rencana pemerintah belanja alutsista senilai 124,99 miliar dolar atau setara Rp 1,7 kuadriliun diketahui publik dari rancangan Perpres yang bocor. Bersamaan dengan itu, tersebar pula surat Prabowo menunjuk PT TMI untuk mengelola program tersebut.
Belum Dibahas di DPR
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan mengungkapkan pihaknya belum pernah melakukan pembahasan terkait rencana utang luar negeri Rp 1,7 kuadriliun untuk mendanai belanja alutsista.
Pihaknya pun mengaku tetap berpatokan pada program Minimum Essential Force (MEF) terkait belanja alutsista.
Sebelumnya, rencana itu tertuang dalam dokumen rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kemenhan dan TNI tahun 2020-2024.
Pemenuhan Alpalhankam itu ditaksir memerlukan pendanaan sekitar 124,99 miliar dolar AS atau setara Rp 1,7 kuadriliun.
Menurutnya, Panitia Kerja (Panja) Alutsista di Komisi I DPR hanya pernah membahas tentang nasib konsep MEF. “Enggak pernah (dibahas), kita itu di Panja Alutsista hanya membahas tentang apakah kita akan tetap mempertahankan konsep MEF sampai 2024 apa tidak,” kata Farhan, Senin (31/5/2021).
Ia yang merupakan anggota Fraksi Partai NasDem itu pun mengaku belum bisa mengomentari lebih jauh soal Perpres Alpalhankam. Farhan pun mempertanyakan penyebab regulasi yang masih bersifat rancangan tersebut bisa bocor.
“Karena saya yakin itu dokumen rahasia negara, kalau dokumen rahasia negara berarti ada seseorang di Istana membocorkan. Jadi, konteksnya sudah bukan anggaran pertahanan lagi, jadi konteksnya sudah Badan Intelijen Negara,” katanya.
Namun begitu, Farhan mengaku akan tetap mengkritisi Perpres Alpalhankam jika keberadaan rancangan regulasi tersebut memang benar.
“Jadi kerangka acuannya adalah yang dibuat berdasarkan MEF yang dibuat Pak SBY 2012 dan kita tidak pernah mau mengubah itu, kita bertahan di situ, kerangkanya ya,” kata Farhan.
“Angka-angkanya memang harus diubah. Kenapa? Karena kalau pun rancangan Perpres itu benar, kita tetap harus mempertanyakan apakah rencana ini merupakan modifikasi MEF 2012 apa bukan itu,” imbuhnya. [wip]