(IslamToday ID) – Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan jika kebijakan antara impor dan produksi tidak memiliki sinkronisasi. Ia mencontohkan kebijakan impor beras yang selama ini dinilai salah karenanya harus diubah.
“(Impor beras) itu yang salah. Itu harus kita ubah. Karena kebijakan, antara impor dan produksi tak pernah dijadikan satu titik,” kata Erick dalam podcast YouTube Deddy Corbuzier seperti dikutip dari Liputan 6, Rabu (2/6/2021).
Ia mengatakan, Presiden Jokowi sudah pernah menyinggung data Indonesia tidak pernah satu. Itu sebabnya, pemerintah terus mendesak agar program satu data nasional segera terwujud.
“Pak Jokowi kemarin bilang, data tidak pernah menjadi satu. Program satu data nasional harus terjadi. Akhirnya kenapa? Semua menjadi grey area,” jelasnya.
Permasalahan data tak hanya terjadi pada beras, tetapi juga pupuk subsidi. Penyaluran pupuk subsidi semakin kecil namun jumlah alokasi anggaran yang dikucurkan pemerintah semakin besar.
“Misalnya pupuk, 53 atau 57 persen yang non subsidi, hanya 47 atau 43 persen itu subsidi. Tetapi anggaran subsidi yang diberikan pemerintah dari Rp 19 triliun naik ke Rp 33 triliun,” kata Erick.
Untuk itu, katanya, perbaikan data harus terus terjadi. Terutama di zaman digitalisasi yang semakin canggih dan terus berkembang.
“Secara teori, kalau marketnya shrinking, subsidinya makin kecil dong. Ini yang harus dilihat, dengan digitalisasi, ini harus diperbaiki. Waktunya tak panjang kalau 3-4 (tahun) tidak kita lakukan, habis kita,” tandasnya.
Sektor Pertanian Penyelamat Krisis
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan sektor pertanian adalah penyelamat pada masa krisis akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, pada awal pandemi atau sepanjang 2020, hampir semua sektor ekonomi tumbuh negatif.
“Dari enam sektor penyumbang ekonomi terbesar, hanya sektor pertanian terutama makanan pangan, holtikultura, dan perkebunan yang mencatatkan pertumbuhan positif,” ujarnya seperti dikutip dari YouTube Fadli Zon Official, Senin (3/5/2021).
Pada saat yang sama, kata Fadli, sektor-sektor lainnya seperti industri, perdagangan, konstruksi, hingga transportasi mengalami pertumbuhan negatif.
Fadli membeberkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan sektor pertanian tumbuh positif 1,75 persen di sepanjang 2020.
Setali tiga uang, sambungnya, Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia (FAO), menyebut bahwa selama pandemi Covid-19 sektor pertanian Indonesia juga berhasil mendukung pertumbuhan sekitar 2,19 persen (yoy).
Lalu, berkaca dari capaian pada tahun-tahun sebelumnya, kontribusi sektor pertanian pada PDB nasional juga tercatat terus meningkat. “Makanya, tidak berlebihan jika dikatakan dampak pandemi terhadap perekonomian kita cukup tertolong dari daya tahan sektor pertanian,” kata Fadli.
Walhasil, dengan insentif yang tepat, kebangkitan sektor pertanian dan perdesaan akan lebih terakselerasi.
Kemudian, kata Fadli, data BPS juga menunjukkan bahwa panen beras nasional dari waktu ke waktu tercatat terus meningkat. Ia menilai aneh rencana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melakukan impor beras.
“Untung hal ini sudah dikoreksi oleh Presiden [Jokowi] yang mengatakan tidak akan ada impor beras sampai bulan Juni (2021) dan mudah-mudahan tidak ada impor beras sampai selanjutnya,” katanya.
Pasalnya, kebijakan impor beras akan menghancurkan harga gabah dan merugikan petani lokal. [wip]