(IslamToday ID) – Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan Pancasila adalah jalan tengah untuk menyatukan kemajemukan masyarakat Indonesia.
“Jadi Pancasila punya fungsi menyatukan kemajukan itu,” katanya dalam webinar “Generasi Milenial Generasi Pancasila” yang disiarkan di kanal YouTube Total Politik, Selasa (1/6/2021).
Jansen mengingatkan, Pancasila saat ini jangan digunakan untuk menyingkirkan lawan politik.
Apalagi, katanya, Pancasila digunakan sebagai alat operasi Ideologi. Bahkan, lebih jauh lagi menjadi alat pembenaran politik pemerintah. “Jadi ini yang berbahaya. Pancasila menjadi tereduksi,” tegasnya.
Wasekjen Partai Demokrat ini menegaskan dirinya tak pernah takut atau khawatir akan kemajemukan bangsa Indonesia. Karena ada Pancasila yang menjadi pengokoh kemajemukan itu. Terlebih, dengan adanya Pancasila selama 76 tahun ini, kebersamaan telah tegak utuh berdiri.
Sementara itu, Pimpinan Nasional (Pimnas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk semakin berperan dalam merumuskan formula operasional tentang berpancasila.
Menurut PPI, formula yang dimaksud adalah formula operasional di dalam setiap dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk mengundang masukan dari berbagai elemen publik. Adapun yang lebih utama adalah bagi milenial dan generasi baru.
“Lebih utama lagi adalah bagi generasi baru dan kaum milenial yang mempunyai kharakter dan cara pandang baru,” sebut PPI yang diwakili oleh Sri Mulyono dan Gede Pasek Suardika tersebut seperti dikutip dari Gatra, Rabu (2/6/2021).
Desakan lain yang dikeluarkan oleh PPI adalah agar aktor-aktor politik, ekonomi dan pemerintah untuk memperhatikan ketimpangan sosial dan ekonomi yang menjadi masalah.
“Ketimpangan sosial dan ekonomi adalah faktor yang paling potensial untuk menjadi pemantik dari konflik horisontal,” kata mereka.
Selain ketimpangan, budaya demokrasi Pancasila juga menurut mereka mendesak untuk dihadirkan dalam kehidupan politik, terutama oleh partai-partai politik, elit politik, dan tokoh utama bangsa. Hal itu dilakukan agar demokratisasi Indonesia tidak diwarnai liberalisme politik. “Liberalisme politik berbiaya mahal dan jauh dari semangat persaudaraan dan persatuan,” tegas mereka.
“Kompetisi politik yang liberal dan berbiaya mahal (padat modal) yang bertemu dengan arus politik aliran akan bisa memunculkan efek destruktif bagi demokrasi kita,” tambahnya.
Selain itu, PPI juga meminta bahwa Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk membumikan Pancasila, buka sekadar seremonial. “Bukan sekadar acara seremonial tahunan dan nostalgia sejarah, namun bagaimana membumikan Pancasila menjadi dasar dan landasan bagi sikap dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari,” tegas PPI.